Features

Sang Maha Dolar Ambruk, Saatnya Mata Uang China Rebut Takhta!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
14 October 2020 06:50
Ilustrasi bendera China. AP/
Foto: Ilustrasi bendera China. AP/

Toh Dolar AS Selama Ini Juga Kemahalan kan?

Saat ini dolar AS memang sedang tertekan dari segala sisi. Nilai fundamental dolar AS juga bisa dibilang sedang tergerus. Hal ini tercermin dari banyak faktor.

Pertama, dari rendahnya suku bunga acuan yang memicu adanya ekspektasi inflasi yang tinggi di masa depan.

Kemudian ekonomi AS yang sekarat. The Conference Board memperkirakan bahwa ekonomi AS pada 2020 akan mengalami kontraksi sebesar 3,8% dari periode tahun sebelumnya. Kemudian membengkaknya defisit transaksi berjalan (CAD) AS.

Bureau Economic Analysis AS melaporkan CAD AS membengkak US$ 59 miliar ke US$ 170,5 miliar atau setara dengan 3,5% dari output perekonomian Negeri Paman Sam. 

Dolar AS butuh disokong dengan perbaikan fundamental yang kokoh untuk dapat menguat. Perekonomian AS yang tengah sekarat harus bisa bangkit lagi. Namun ini bukan perkara yang mudah. 

Bahkan ketua bank sentral AS the Fed, Jerome Powell mengatakan bahwa periode pemulihan akan cenderung berlangsung gradual dan prospek perekonomian ke depan masih penuh dengan ketidakpastian. 

Satu lagi metode untuk mengukur valuasi wajar suatu mata uang adalah dengan menggunakan metode purchasing power parity (PPP).

Metode ini mengukur tenaga beli suatu mata uang terhadap suatu barang dan membandingkannya dengan negara lainnya. 

Baik menggunakan pendekatan Big Mac Index yang kontroversial ala The Economist dan perhitungan World Bank dengan memperhatikan harga-harga barang pada kelompok tertentu, dolar AS sudah cenderung overvalued alias kemahalan selama ini terhadap mata uang lain terutama mata uang China. 

Menggunakan metode Big Mac Index yang berasumsi bahwa harga burger andalan McDonalds di semua negara akan sama, maka nilai wajar mata uang yuan di hadapan dolar AS yang asli adalah 3,8. Padahal harga di pasar tahun lalu, 1 US$ dipatok di 6,9 yuan. Artinya yuan kemurahan 44% dibandingkan dolar. 

China Jadi Penantang Baru dari Timur, AS Ingin Pertahankan Hegemoni!

Sekarang kita bisa menggunakan 3,8 yuan per 1 US$ sebagai harga wajar untuk mengukur ekonomi China.

Hasil pembagian dari total output (barang dan jasa) senilai 99 triliun yuan dengan rate wajar berdasarkan harga satu porsi Big Mac maka PDB China sudah mencapai US$ 26 triliun. Lebih besar dari output AS!

Harga Big Mac yang lebih murah di China sebenarnya menunjukkan bahwa ukuran ekonomi China saat ini bisa dibilang lebih kecil dari realitanya.

Bahkan dengan perhitungan versi World Bank pun size ekonomi China masih lebih besar daripada AS. Ini membuat China dijuluki sebagai kekuatan dunia baru dari Timur.

Munculnya hegemoni baru dari dunia Timur ini membuat AS geram. Apalagi defisit neraca dagang AS dengan China terus membengkak.

Pada awal 2008 dan Donald Trump yang sudah menjabat sebagai presiden AS ke-45 mulai menabuh genderang perang dagang dengan China. 

AS memulai perang dagang dengan menerapkan bea masuk terhadap berbagai produk impor asal China senilai ratusan miliar dolar AS.

Langkah serupa pun akhirnya dibalas oleh China. 

Perang dagang berlangsung sampai akhir tahun 2019. Pada 15 Januari 2020, keduanya mulai melunak dan kesepakatan dagang fase I diteken oleh Presiden Trump dari AS dan Liu He, Wakil Perdana Menteri China.

Namun hubungan baik yang disambut baik publik global itu tak berlangsung lama.

Wabah Covid-19 yang awalnya merebak di China kemudian meluas sampai ke AS dan menjadikan Paman Sam sebagai negara paling terdampak baik secara krisis kesehatan maupun perekonomiannya membuat Trump makin geram.

Apalagi melihat ekonomi China berhasil lolos dari pandemi Covid-19 dan bisa tumbuh di jalur positif untuk tahun ini meski mengalami perlambatan yang signifikan.

Trump jadi semakin beringas dan menekan China dari segala sisi. Sampai sekarang konflik ini masih belum menemukan resolusi.

(twg/twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular