
Sang Maha Dolar Ambruk, Saatnya Mata Uang China Rebut Takhta!

AS Terus Beri Gempuran, China Sibuk Bikin Vaksin untuk Jadi Juru Selamat
Di saat AS sibuk berupaya menekan dan mengurangi peran China terhadap perekonomian global dengan isu liar seputar pandemi Covid-19, China juga sibuk terus untuk memperkuat posisinya.
Pandemi Covid-19 seperti sekarang membuat dunia butuh vaksin penangkal untuk kembali hidup normal seperti sediakala.
Di situlah China hadir!
Banyak kandidat vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh China. Tiga di antaranya bahkan sudah masuk ke uji klinis fase akhir yakni tahap III.
Kandidat vaksin China termasuk yang memiliki kemajuan signifikan apabila dibandingkan dengan kandidat yang lain.
Sampai saat ini setidaknya ada tiga pengembang vaksin asal China yang produknya sudah masuk tahap evaluasi klinis tahap akhir dan digadang-gadang bakal jadi juru selamat umat manusia di dunia.
Ketiga perusahaan tersebut antara lain Sinovac yang dulunya pernah gagal mengembangkan vaksin SARS pada 2003 dan dua lainnya adalah Sinopharm serta CanSino Biologics.
Uji klinis tahap awal terhadap ketiga vaksin tersebut pun menunjukkan hasil yang juga positif.
Selain Bikin Vaksin, China Juga Rilis Mata Uang Digital Resmi Negara Lho
Di masa pandemi Covid-19 ini juga, bank sentral China (People's Bank of China, PBoC) melakukan manuver yang menggemparkan publik global.
Pada April 2020, mata uang digital China atau yang lebih dikenal dengan Digital Currency/Electronic Payment (DCEP) diluncurkan untuk pilot project.
China mengungguli negara-negara lain dalam pengembangan mata uang digital.
Sampai medio 2020, ada 10 negara yang sudah mulai melakukan pilot project penggunaan mata uang digital buatan bank sentralnya termasuk China dan dua negara dari OECD (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) yakni Swedia dan Korea Selatan.
AS dan belasan anggota OECD lain masih berada di tahap riset terhadap pengembangan mata uang digital ini.
Sebagai informasi China memang beberapa langkah lebih awal dalam pengembangan mata uang digital.
CSIS melaporkan bank sentral China (PBoC) mulai membentuk tim untuk melakukan studi pengembangan mata yang digital pada 2014.
Kemudian di tahun 2017, anggota dewan memberi izin PBoC untu mendesain mata uang digital itu melalui kerja sama dengan bank komersial.
PBoC juga membentuk institusi riset yang dinamai Digital Currency Research Institute di tahun yang sama setelah mendapat lampu hijau dari anggota dewannya.
Mei tahun lalu, Gubernur PBoC Yi Gang mengatakan bahwa proses top level design mata digital China tersebut sudah selesai dan siap diinisiasi di Chengdu, Shenzhen, Suzhou, dan Xiong'an.
China tak ingin ketinggalan memanfaatkan momentum Covid-19 yang meningkatkan urgensi transformasi digital di setiap level pelaku ekonomi mulai dari korporasi hingga pemerintah dan negara dalam konteks yang lebih luas.
Tingginya penetrasi pembayaran berbasis digital di China yang mencapai lebih dari 86% populasi serta besarnya pasar e-commerce China yang nilainya mencapai US$ 15 triliun pada kuartal kedua tahun ini menjadi basis dukungan adanya mata uang digital versi bank sentral.
Maraknya penggunaan mata uang digital buatan swasta seperti AliPay dan cryptocurrency non-pemerintah seperti Bitcoin untuk spekulasi bisa menjadi ancaman bagi stabilitas sistem keuangan China.
Oleh karena itu Negeri Tirai Bambu gencar mengembangkan mata uang digital.
Selain digunakan di dalam negeri, mata uang digital China ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional layaknya mata uang seperti dolar AS dan euro.
Untuk hal ini China memang sangat agresif.
Sebelum mata uang digital diperkenalkan, China sejatinya sudah mempromosikan yuan/renminbi-nya sebagai alat tukar internasional. China sudah mulai menekan Pakistan dan Turki untuk berdagang dengan mata uang miliknya dan bukan dolar AS seperti pada umumnya.
Namun di kancah internasional, penggunaan yuan/renminbi untuk pembayaran internasional pangsanya masih kecil, yakni hanya 1,9% saja di tahun ini. Masih kalah jauh dengan dolar AS yang mencapai 38,8% dari total.
China terus mendorong penggunaan yuan/renminbi untuk memasuki arena pembayaran internasional.
Pada 2015 China meluncurkan teknologi sistem pembayaran antar bank (Cross-border Interbank Payment System/CIPS) sebagai alternatif dari Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT)
Jika arsitektur pembayaran digital berhasil dikembangkan oleh China, maka Negeri Panda semakin punya akses untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya.
China bisa mempromosikan penggunaan yuan/renminbi digital untuk berbagai aktivitas yang bersinggungan kepentingan ekonomi dan politik China seperti pembiayaan serta perdagangan terkait proyek One Belt One Road (OBOR) yang diinisiasinya.
Jelas hal ini akan meningkatkan kekuatan China di kancah internasional yang dicemaskan AS.
Namun untuk mewujudkan impian tersebut walau China terlihat sangat agresif nyatanya juga tidak semudah yang dibayangkan.
Beberapa faktor seperti fleksibilitas perdagangan valas dan pasar keuangan hingga inovasi sains dan teknologi juga masih condong ke AS.
Sampai saat ini, pasar keuangan China masih dalam kontrol ketat negaranya, pergerakan yuan/renminbi terhadap dolar AS juga terus dipantau oleh bank sentralnya.
Hal ini tentu membuat yuan/renminbi kurang menarik sebagai mata uang dunia.
Toh pelemahan dolar AS saat ini juga ada baiknya bagi perekonomian AS. Depresiasi mata uang Paman Sam seharusnya meningkatkan daya saing ekspor AS. Jangan lupa juga bahwa China saat ini juga tertekan.
Akibat pandemi Covid-19 banyak pabrik yang melakukan relokasi dari China ke negara lain untuk membangun rantai pasok yang lebih terdiversifikasi sehingga tahan dari gejolak (shock).
Ini jadi ancaman serius bagi China yang kini menyandang status sebagai global manufacturing hub.
Pada akhirnya dalam waktu dekat dolar AS masih jadi primadona. Namun kita masih tidak tahu untuk ke depannya.
Jika berkaca pada sejarah, untuk menyandang status sebagai mata uang dunia juga tidak melulu terpatok pada aspek ekonomi saja tetapi juga politik hingga perkembangan sains dan teknologi.
Mata uang utama yang diperdagangkan di dunia ini juga memiliki periode keemasan historisnya masing-masing seperti pada kasus Spanyol di abad ke-16, Belanda di abad ke-17, Perancis di abad ke-18, Inggris di abad ke-19.
Jadi hegemoni mata uang memang punya abadnya masing-masing.
Lantas kapan Chinese Century akan datang?
Mari kita lihat saja perkembangannya!
Toh usia hegemoni dolar AS juga belum genap 100 tahun jika dihitung sejak 1944.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]