
Kenapa IHSG Susah Tembus 5.000? Ternyata Ini Biang Keladinya

Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan pelaku pasar menilai Omnibus Law masih belum memberikan dampak yang cukup signifikan bagi pasar saham.
Investor masih belum memasukkan faktor Omnibus Law atau Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang baru disahkan pada Senin lalu sebagai katalis positif untuk jangka panjang bagi bursa saham domestik.
Hal ini terefleksi dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang saat ini masih bergerak ajeg di level psikologis 4.900 - 5.000. Pada perdagangan hari ini, IHSG bahkan sempat terkoreksi ke level di bawah 4.974 poin.
Pada penutupan sesi I, Rabu ini (7/10), data perdagangan mencatat IHSG ditutup minus 0,63% di level Rp 4.967. Padahal level IHSG sempat menyentuh 5,014 pada rentang perdagangan sejak pagi.
Tercatat nilai transaksi mencapai Rp 13,73 triliun (karena ada transaksi nego) dengan 146 saham naik, 235 saham turun dan 167 saham stagnan. IHSG tampaknya masih jauh dari level tertinggi tahun ini yakni 6.325 pada awal tahun sebelum pandemi masuk ke RI.
Asing bahkan hari ini keluar Rp 346,95 miliar di pasar reguler, dan ditambah dengan nego dan pasar tunai, maka net sell asing mencapai Rp 1,94 triliun di sesi I. Year to date, asing keluar Rp 61 triliun di pasar reguler.
Senior Vice President Research Kanaka Hita Solvera, Janson Nasrial berpendapat, meski Omnibus Law sudah disahkan menjadi undang-undang oleh parlemen dan mendapat reaksi penolakan dari berbagai kalangan, UU Cipta Kerja memang menjadi terobosan dalam 20 tahun terakhir dari sisi perundangan-undangan untuk memudahkan investasi masuk ke Indonesia.
![]() Serikat pekerja berkeliling di Kawasan Industri Cibitung-Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (7/10/2020). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki) |
"IHSG belum memfaktor diskonkan dampak jangka panjang Omnibus Law, [meski[ ini merupakan achievement luar biasa dalam 20 taun terakhir," katanya dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Rabu (7/10/2020).
Janson mengakui, beberapa pasal dalam Omnibus Law memang cenderung menguntungkan pengusaha.
Namun di sisi lain, saat pandemi seperti ini pengusaha juga menghadapi berbagai risiko turunan (downside risk) seperti kondisi makro ekonomi, daya saing pekerja Indonesia yang masih kalah dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Saat ini, menurut Janson pergerakan IHSG masih terdampak dari katalis eksternal.
Terbaru, Presiden AS Donald Trump yang menyatakan telah menginstruksikan untuk menghentikan perundingan dengan kubu Demokrat terkait stimulus tambahan. Inilah yang membuat bursa Wall Street terkoreksi.
Dia memperkirakan, hari ini IHSG akan melaju pada rentang 5.000 sampai 5.050 poin.
"IHSG tetap merah lebih karena faktor eksternal," tuturnya.
Dari global, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyetop pembicaraan tentang rencana stimulus baru, hingga pemilihan presiden selesai dilakukan.
AS tengah memasuki 'pesta politik' dan bakal melakukan pemilu presiden 3 November nanti.
"Saya menginstruksikan perwakilan untuk berhenti bernegosiasi sampai setelah pemilihan," tulisnya di Twitter pribadinya @realDonaldTrump, Selasa (6/10/2020) sore waktu setempat.
Keputusan ini membuat bursa AS, Wall Street, tiba-tiba ambles pada penutupan perdagangan Selasa kemarin (Rabu pagi waktu Indonesia). Indeks Dow Jones Industrial Average turun 1,34% menjadi 27.772,76.
Sedangkan indeks S&P turun 1,40% di level 3.360 dan Nasdaq minus 1,57% di posisi 11.154.
Pengamat AS dari National Securities, Art Hogan, dikutip CNBC, mengatakan langkah Trump bukan sesuatu yang disukai pasar. Hal ini seiring dengan saham-saham emiten teknologi seperti Apple, Amazon, dan Facebook turun hingga lebih dari 2%, sedangkan maskapai penerbangan- yang sangat mengharap stimulus untuk menunda PHK, sahamnya merosot 3%.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saat Buruh Mogok Nasional, Diam-diam Asing Borong 5 Saham Ini
