Newsletter

Berharap Ekonomi AS Tertolong? Tunggu Hasil Pilpres Dulu

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
07 October 2020 06:14
Donald Trump
Foto: CNBC Internasional

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar modal nasional berhasil mengatasi koreksi pada perdagangan Selasa kemarin (6/10/20). Hari ini, pandangan bakal tertuju pada rilis cadangan devisa nasional sembari berpegangan di tengah guncangan akibat terhentinya pembicaraan stimulus di Amerika Serikat (AS).

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin ditutup menguat 0,8% di level 4.999,2 atau gagal ditutup di atas level psikologis 5.000. Para pelaku pasar merespons positif pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) yang dinilai pro-pasar.

Data perdagangan mencatat, investor asing melakukan aksi jual sebanyak Rp 202 miliar di pasar reguler dengan nilai transaksi menyentuh Rp 7,1 triliun. Tercatat 282 saham berhasil naik, 129 terkoreksi, dan 170 stagnan.

Di pasar uang, rupiah juga mendapatkan steroid dari UU Ciptaker, yang membuatnya melesat hingga sempat menyentuh level psikologis 14.600 pada saat pembukaan. Melansir data Refinitiv, rupiah melesat 1,28% di pembukaan perdagangan ke Rp 14.600/US$.

Sayangnya, level tersebut menjadi yang terkuat bagi rupiah dan penguatan sempat terpangkas hingga tersisa 0,37% di Rp 14.735/US$. Di akhir perdagangan rupiah kembali mempertebal penguatan menjadi 0,54% di Rp 14.710/US$. Namun, kinerja tersebut sudah cukup untuk membawa rupiah menjadi raja di Asia.

Eforia juga terlihat di pasar obligasi pemerintah, di mana mayoritas surat berharga negara (SBN) dikoleksi oleh investor, kecuali SBN tenor 30 tahun yang imbal hasilnya (yield) cenderung stagnan di level 7,45%.

Sementara itu, yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan yield obligasi negara turun 2,4 basis poin ke level 6,895% pada hari ini. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang naik. Demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Pengesahan UU Ciptaker menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan Indonesia, karena memicu ekspektasi bahwa iklim usaha dan berinvestasi di Indonesia bakal semakin menarik. Meski demikian, pelaku pasar masih memantau sejauh mana penolakan kaum buruh bisa menganulir UU tersebut.

Bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup anjlok pada perdagangan Selasa (6/9/2020), menyusul keputusan sepihak Presiden AS Donald Trump untuk menghentikan negosiasi stimulus dengan Partai Demokrat.

Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 375,9 poin (-1,3%) pukul 08:30 waktu setempat (20:30 WIB) ke 27.772,76, dan longsor setelah Trump mencuitkan pesan penghentian negosiasi.

"Aku telah memerintahkan perwakilanku untuk berhenti bernegosiasi sampai dengan pemilihan presiden usai. Secepat mungkin setelah aku menang, kita akan meloloskan UU Stimulus yang terfokus pada pekerja keras di AS dan usaha kecil," tutur Trump dalam cuitannya.

Cuitan itu membalik bursa saham, yang sempat menguat hingga lebih dari 200 poin. Indeks S&P 500 melemah 1,4% ke 3.360,95 berbarengan dengan Nasdaq yang turun 1,61% ke 11.154,6. Padahal, keduanya sempat menguat sebelum aksi cuit Trump.

Saham Boeing anjlok 6,8% memimpin koreksi Dow Jones. Selama ini, paket stimulus yang sedang dinegosiaskan memang menyasar industri penerbangan. Saham United Airlines dan Delta Airlines tertekan masing-masing sebesar 3,7% dan 2,9%.

Pada sesi perdagangan pagi, Wall Street memang menghijau karena Ketua Federal Reserve Jerome Powell Kembali menyerukan pentingnya ada tambahan bantuan fiskal, karena perekonomian bakal membutuhkan itu untuk terus melanjutkan pemulihan.

"Bahkan jika aksi kebijakan itu akhirnya terbukti melebihi dari yang diperlukan, tidak akan ada yang terbuang," ujarnya. "Pemulihan akan lebih kuat dan cepat jika kebijakan moneter dan fiskal berjalan beriringan menyediakan dukungan hingga ekonomi keluar dari semak belukar."

Menanggapi aksi Trump, Ketua DPR AS Nancy Pelosi menilai mantan taipan properti itu mendahulukan "dirinya di atas kepentingan negara." Saham Amazon ambrol 3,1% sedangkan Facebook, Netflix, Alphabet, Microsoft dan Apple kompak melemah hingga lebih dari 2%.

"Menjauh dari pembicaraan terkait corona menunjukkan bahwa Presiden Trump tak ingin menggilas virus tersebut, sebagaimana dibutuhkan dalam Tindakan Kepahlawanan," ujarnya.

Trump adalah politisi nekad. Ketika posisinya kian tertinggal dari penantangnya yakni mantan Wakil Presiden Joe Biden dalam beberapa polling akhir-akhir ini, ia memutuskan perang total di pemilihan presiden (pilpres), meski pertaruhannya adalah pemulihan ekonomi.

Orang nomor satu di Amerika Serikat (AS), yang juga paling banyak diserang di media massa Negara Adidaya tersebut, kembali membuat langkah mengejutkan, dengan menarik mundur pasukannya dari meja perundingan yang membahas paket stimulus.

Partai Demokrat yang beroposisi terhadap pemerintahannya mengajukan anggaran US$ 2,4 triliun untuk membantu pemulihan ekonomi AS, dan mengendorkannya menjadi US$ 2,2 triliun. Namun, Trump ngotot dengan proposal Partai Republik yang menganggarkan US$ 1,6 triliun.

Ketika pembahasan kian intens dan mengindikasikan bahwa bakal ada titik temu-jika mengacu pada pernyataan Menteri Keuangan Steven Mnuchin dan Ketua DPR AS Nancy Pelosi dua hari terakhir, tiba-tiba semuanya buyar.

Trump menarik diri dan mengumumkan bahwa pembicaraan akan dilanjutkan usai pilpres, setelah "dia menang". Sikap ini mengirim pesan jelas bahwa pemulihan ekonomi AS bakal bergantung pada siapa pemenang pilpres nanti.

Keputusan itu diambil setelah Trump turut-serta dalam konferensi telepon dengan pimpinan DPR Kevin McCarthy, Mitch McConnell dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin mengenai kelanjutan bantuan penanganan efek pandemi terhadap perekonomian.

Bagi Trump, proposal ala Demokrat hanya menguntungkan kantong-kantong suara partai liberal tersebut, dus memperkuat Demokrat jelang pilpres. Bahkan seandainya stimulus US$ 2,2 triliun terkucur dan terbukti memperbaiki ekonomi, kredit akan jatuh ke Demokrat selaku pengusung.

Tidak heran, Trump memilih keluar. Tak ada stimulus, kecuali Demokrat tunduk pada proposal versi Partai Republik. Jika Demokrat tak mau mengalah pada sikap keras kepala Trump, maka berhentilah berharap bakal ada stimulus.

Koreksi pasar yang sudah dimulai pagi tadi di Wall Street, berpeluang berlanjut hingga pilpres. Bursa saham global, termasuk Indonesia, akan terkena riak politik yang diciptakan oleh Trump tersebut pada hari ini.

"Kini kita akan bergantung pada siapa yang menang telak dan sebesar apa stimulus yang akan kita dapatkan ketika Presiden/Kongres dikuasai Republiken atau Demokrat," tutur Dennis DeBusschere, perencana investasi Evercore ISI, sebagaimana dikutip CNBC International.

Skenario kemenangan pilpres, lanjut dia, sejauh ini condong ke Partai Demokrat, sehingga ada harapan bahwa stimulus yang masih mengawang-awang ini bakal segera cair ketika mereka memenangi pilpres nanti.

Dari dalam negeri, aksi demo di beberapa tempat yang memanas dan mogok nasional masih akan membagikan sentimen negatif bagi investor. Efek jangka panjang UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) untuk sementara tertunda oleh efek jangka pendek penolakan buruh.

Harapan pun tertuju pada Bank Indonesia (BI) untuk membagikan sentimen positif dari rilis cadangan devisa September. Sayangnya, Tradingeconomics memperkirakan angka cadangan devisa bakal di level US$ 134,1 miliar atau turun dari posisi Agustus sebesar US$ 137 miliar.

Oleh karena itu, hari ini ada baiknya berpegangan erat terlebih dahulu. Ombak masih bakal kencang.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Rilis cadangan devisa Korea Selatan (04:00 WIB)
  • Rilis cadangan devisa Jepang (05:00 WIB)
  • Rilis cadangan devisa RI (10:00 WIB)
  • RUPST Jakarta International Hotels & Development Tbk (14:00 WIB)
  • RUPST Ashmore Asset Management Indonesia Tbk (16:00 WIB)
  • Pidato Ketua Bank Sentral Eropa (17:00 WIB)
  • Rilis data stok minyak AS (21:30 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (kuartal II-2020 YoY)

-5,32%

Inflasi (September 2020 YoY)

1,34%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (September 2020)

4%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-6,34% PDB

Transaksi berjalan (kuartal II-2020)

-1,18% PDB

Neraca pembayaran (kuartal II-2020)

US$ 9,24 miliar

Cadangan devisa (Agustus 2020)

US$ 137,04 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular