Dihantui Suku Bunga Negatif, Kurs Dolar Australia Keok Lagi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
30 September 2020 14:25
An Australia Dollar note is seen in this illustration photo June 1, 2017. REUTERS/Thomas White/Illustration
Foto: Dolar Australia (REUTERS/Thomas White)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia melemah melawan rupiah pada perdagangan Rabu (30/9/2020) setelah menguat dalam 2 hari berturut-turut. Data ekonomi yang bagus dari China kali ini belum mampu mendongkrak kinerja dolar Australia yang terus dibayangi ekspektasi pemangkasan suku bunga bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA).

Pada pukul 13:13 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.544,99, dolar Australia melemah 0,33% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Dalam 2 hari sebelumnya, total mata uang Negeri Kanguru ini menguat 1,42%.

Data dari China hari ini menunjukkan pemulihan ekonomi yang mampu dipertahankan setelah dihantam pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Markit melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur China bulan September sebesar 51,5, naik dari bulan sebelumnya 51. Artinya, laju ekspansi sektor manufaktur China meningkat, dan tentunya menjadi kabar baik juga bagi Australia.

Ketika sektor manufaktur China terus berekspansi, tentunya permintaan bahan baku dari Australia akan meningkat. Perekonomian Australia pun ikut terkerek naik, dan dolarnya bisa menguat.

Tetapi sayangnya, sejak pekan lalu dolar Australia terbebani ekspektasi pemangkasan suku bunga RBA.

Ekspektasi tersebut muncul setelah wakil gubernur bank sentral Australia (Reserve bank of Australia/RBA), Guy Debelle berbicara Selasa pagi pekan lalu waktu setempat.

"Bank sentral sedang mempertimbangkan beberapa opsi termasuk intervensi mata uang dan penerapan suku bunga negatif untuk mencapai target inflasi dan pasar tenaga kerja," kata Debelle sebagaimana dikutip ABC, Selasa (22/9/2020).

Suku bunga RBA saat ini sebesar 0,25%, selain itu bank sentral pimpinan Philip Lowe tersebut juga menerapkan program pembelian aset (quantitative easing/QE) untuk pertama kalinya dalam sejarah. QE dilakukan dengan membeli obligasi pemerintah tenor 3 tahun, dan menjaga yield-nya di kisaran 0,25%.

Analis dari Westpac Bank, Bill Evans, pada pekan lalu memprediksi pada 6 Oktober nanti RBA akan memangkas suku bunga menjadi 0,1% dari saat ini 0,25%. Sementara target yield obligasi tenor 3 tahun juga dipangkas menjadi 0,1% dari 0,25%.

Selain memangkas suku bunga dan menurunkan target yield obligasi tenor 3 tahun, Evans juga memprediksi RBA akan melakukan pembelian obligasi dengan tenor 5 dan 10 tahun.

Namun kini, Evans melihat RBA masih akan mempertahankan kebijakannya bulan depan, dan baru akan memangkas suku bunga di bulan November.

Hal senada juga diungkapkan Commonwealth Bank yang meramal RBA baru akan melonggarkan kebijakan moneter di bulan Maret.

Mundurnya prediksi tersebut membuat dolar Australia menguat dalam 2 hari terakhir. Tetapi tetap saja, suku bunga kemungkinan besar akan dipangkas lagi di tahun ini, yang membuat selisih yield investasi di Australia dengan Indonesia semakin melebar, alhasil dolar Australia terus tertekan melawan rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Suku Bunga Bakal Naik Lagi, Dolar Australia Dekati Rp 10.300

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular