
Waduh! Dolar Australia Drop 2% Lebih, Ada Apa Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) dan rupiah pada perdagangan Rabu (23/9/2020), melanjutkan kinerja negatif sejak awal pekan ini. Kinerja buruk tersebut tentunya menimbulkan pertanyaan apakah masa kejayaan Mata Uang Kanguru akan segera berakhir?
Dolar Australia merupakan salah satu mata uang dengan kinerja terbaik di tahun ini. Pada awal bulan September, menyentuh level tertinggi dalam 2 tahun terakhir melawan dolar AS. Sementara melawan rupiah, dolar Australia mencapai level tertinggi sejak November 2018.
Pada hari ini, pukul 11:42 WIB, dolar Australia melemah 0,68% melawan dolar AS ke Rp US$ 0,7124, sementara sepanjang pekan ini sudah merosot 2,13%.
Di saat yang sama melawan rupiah, dolar Australia melemah 0,28% ke Rp 10.545/AU$, dan sepanjang pekan ini membukukan pelemahan 1,8%.
Buruknya kinerja dolar Australia di pekan ini terjadi akibat adanya ekspektasi suku bunga di Australia kembali dipangkas. Ekspektasi tersebut muncul setelah wakil gubernur bank sentral Australia (Reserve bank of Australia/RBA), Guy Debelle berbicara Selasa pagi waktu setempat.
"Bank sentral sedang mempertimbangkan beberapa opsi termasuk intervensi mata uang dan penerapan suku bunga negatif untuk mencapai target inflasi dan pasar tenaga kerja," kata Debelle sebagaimana dikutip ABC, Selasa (22/9/2020).
Pernyataan Debelle tersebut bisa jadi merubah peta kekuatan dolar Australia, sebab penguatannya belakangan ini salah satunya ditopang oleh ekspektasi suku bunga tidak akan dipangkas lagi, serta RBA yang tidak mempermasalahkan penguatan dolar Australia.
Pada 22 Juli lalu, nilai tukar dolar Australia melawan dolar AS berada di atas US$ 0,7. Gubernur Lowe saat berbicara di hari itu mengatakan posisi nilai tukar dolar Australia sudah sesuai dengan fundamentalnya.
Nilai tukar dolar Australia dikatakan sesuai dengan fundamentalnya, artinya RBA tidak mengharapkan dolar Australia akan melemah untuk membantu perekonomian.
Tetapi ketika mata uangnya terus menguat tentunya akan menjadi masalah bagi perekonomian Australia, harga produk ekspor menjadi lebih mahal dan permintaan berisiko menurun.
Selain menurunkan suku bunga, pilihan lain yang dipertimbangkan yakni membeli obligasi pemerintah dengan tenor lebih dari 3 tahun. Saat ini RBA sudah membeli obligasi tenor 3 tahun, dan menjaga yield-nya berada di kisaran 0,25%.
