Analisis Teknikal

Rupiah Sepertinya Masih Tertekan, tapi Ada Peluang Menguat

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
23 September 2020 08:49
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah 0,41% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.750/US$ Selasa kemarin, sekaligus mengakhiri penguatan dalam 5 hari beruntun. Rupiah kemungkinan masih akan tertekan pada perdagangan hari ini, Selasa (23/9/2020). 

Rupiah juga menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia, maklum saja dalam 5 hari sebelumnya total rupiah membukukan penguatan 1,14%, sehingga ketika sentimen pelaku pasar memburuk, rupiah langsung terpukul telak.

Tekanan terhadap rupiah datang dari Menteri Keuangan Sri Mulyani yang memberikan proyeksi terbaru pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020. Tetapi proyeksi tersebut lebih buruk dari sebelumnya.

"Kemenkeu yang tadinya melihat ekonomi kuartal III minus 1,1% hingga positif 0,2%, dan yang terbaru per September 2020 ini minus 2,9% sampai minus 1,0%. Negatif teritori pada kuartal III ini akan berlangsung di kuartal IV. Namun kita usahakan dekati nol," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita September, Selasa (22/9/2020).

Sri Mulyani mengatakan Kemenkeu memprediksi perekonomian di kuartal III-2020 minus 2,9% sampai minus 1,0%. Melihat prediksi tersebut, resesi pasti terjadi di Indonesia, dan menjadi yang pertama sejak tahun 1999.

Tekanan bagi rupiah bertambah sebab dolar AS sedang kuat-kuatnya merespon pernyataan Presiden The Fed Chicago, Carles Evans. Indeks dolar AS kemarin naik 0,34% ke 93,974, yang merupakan level tertinggi sejak 27 Juli lalu.

Berbicara lewat daring di acara Official Monetary dan Financial Institution Forum, Evans mengatakan ekonomi AS berisiko dalam jangka panjang, mengalami pemulihan yang lambat, dan tidak bisa langsung keluar dari resesi tanpa bantuan stimulus fiskal. Evans juga melihat open-ended program pembelian aset The Fed (quantitative easing/QE) mampu menyediakan bagian penting untuk pemulihan ekonomi.

"Pernyataan Evans sangat hawkish. Ia menyebutkan QE dan menaikkan suku bunga sebelum target inflasi tercapai. Hal tersebut mengejutkan pasar," kata Edward Moya, analis pasar senior di Oanda New York, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (22/9/2020) 

"Segera setelah kita berhasil mengatasi virus corona, anda akan melihat ekspektasi kenaikan suku bunga meningkat, dan seharusnya membuat dolar terus menguat," tambahnya.

Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR kembali ke atas US$ 14.730/US$, yang menjadi kunci pergerakan hari ini.
Level US$ 14.730/US$ merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%. Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).

Sementara itu indikator stochastic kini sudah turun mendekati wilayah jenuh jual (oversold).

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Dengan Stochastic yang belum mencapai oversold, artinya rupiah punya peluang menguat.

Rp 14.730/US$ menjadi support terdekat, jika berhasil ditembus rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.690/US$. Support selanjutnya berada di level Rp 14.650/US$.

Sementara itu, jika tertahan di atas Rp 14.730/US$, rupiah berisiko melemah ke resisten Rp 14.780/US$. Jika resisten tersebut dilewati, tekanan bagi rupiah akan semakin besar menuju ke Rp 14.845/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap) Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular