Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (18/9/2020).
Mata Uang Garuda sukses membukukan penguatan 4 hari beruntun, bahkan sempat ke bawah Rp 14.700/US$. Bank sentral AS (The Fed) dan Bank Indonesia (BI) yang mengumumkan kebijakan moneter Kamis kemarin menjadi penggerak utama hari ini.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,47% ke Rp 14.750/US$. Apresiasi rupiah semakin membesar hingga 0,88% ke Rp 14.690/US$. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 2 September lalu.
Penguatan rupiah terpangkas, di penutupan perdagangan rupiah berada di level Rp 14.730/US$, menguat 0,61% di pasar spot.
Meski menguat tajam, rupiah belum menjadi yang terbaik di Asia. Semua mata uang utama Asia memang menguat melawan dolar AS hari ini. Hingga pukul 15.05 WIB, won Korea Selatan menjadi yang terbaik dengan penguatan 0,7%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning.
Fakta mata uang utama Asia yang semuanya menguat memberikan gambaran dolar AS sedang tidak dalam kondisi bagus. Sebabnya, serangkaian data ekonomi yang mengecewakan kemarin. Indeks aktivitas manufaktur Philadelphia turun menjadi 15 di bulan ini, dari bulan sebelumnya.
Selain itu, klaim tunjangan pengangguran juga mengalami kenaikan sebanyak 860 ribu orang pada pekan lalu.
Kamis dini hari waktu Indonesia Bos The Fed, Jerome Powell, mengumumkan suku bunga tetap sebesar <0,25%, sementara nilai pembelian aset (quantitative easing/QE) tidak akan ditingkatkan. Untuk diketahui, QE The Fed saat ini nilainya tak terbatas, artinya berapapun akan digelontorkan guna memacu perekonomian.
Kebijakan QE tanpa batas tersebut membuat pasar tidak tahu pasti berapa nilai QE yang digelontorkan The Fed per bulannya.
Selain itu, Powell juga optimistis terhadap pemulihan ekonomi AS, dengan merevisi proyeksi produk domestic bruto (PDB), inflasi, serta tingkat pengangguran menjadi lebih baik dari prediksi sebelumnya.
Sementara itu Gubernur BI, Perry Warjiyo, kemarin siang mengumumkan mempertahankan suku bunga acuan sebesar 4%.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 16-17 September 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 4%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,75%," papar Perry dalam keterangan usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode September 2020, Kamis (17/9/2020).
"Keputusan ini konsisten dengan perlunya menjaga stabilitas eksternal, di tengah inflasi yang diprakirakan tetap rendah. Bank Indonesia menekankan pada jalur kuantitas melalui penyediaan likuiditas untuk mendorong pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19," ujarnya.
Perry mengatakan BI tetap mempertahankan suku bunga acuan pada September ini dengan mempertimbangkan berbagai hal mulai dari inflasi hingga sistem keuangan baik di domestik maupun global.
"Keputusan ini mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, di tengah inflasi yang diperkirakan tetap rendah," ujar Perry melalui konferensi pers virtual, Kamis (17/9/2020).
The Fed yang mempertahankan suku bunga <0,25% sementara BI juga di 4% tentunya membuat selisih yield yang cukup tinggi. Ketika kondisi perekonomian membaik, investor akan mengalirkan modalnya ke negara yang memberikan yield lebih tinggi, sehingga rupiah punya tenaga untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA