
Kimia Farma Produksi Avigan, Erick Setop Impor! Ini Faktanya

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia punya niat besar untuk mandiri dalam memasok kebutuhan medis seperti obat dan vaksin guna mengatasi wabah Covid-19 yang merebak di Tanah Air.
Pemerintah terus mendorong agar produksi obat dan vaksin bisa dilakukan di dalam negeri dengan menggaet BUMN maupun sektor swasta.
Berbicara mengenai terapi Covid-19, ada beberapa obat-obatan yang digunakan untuk menyembuhkan seorang yang terjangkit Covid-19 saat ini. Obat-obatan tersebut beragam mulai dari jenis dan harganya. Namun secara umum obat yang dipakai adalah jenis obat antivirus yang bersifat anti-inflamasi atau peradangan.
Ada beberapa nama obat Covid-19 yang sudah tak asing lagi di telinga publik seperti Chloroquine dan Hydroxychloroquine untuk obat Malaria, dexamethason untuk obat peradangan, hingga obat-obatan untuk virus HIV dan Ebola juga diuji untuk menyembuhkan Covid-19.
Obat yang juga tak kalah menyita perhatian publik adalah Favipiravir atau yang sering dikenal dengan nama dagang Avigan.
Obat ini pada dasarnya dikembangkan untuk menyembuhkan seseorang dari infeksi virus Influenza H1N1. Namun dalam kasus Covid-19 juga digunakan di berbagai tempat seperti Jepang.
Obat flu lain yang juga tak kalah beken dari Avigan adalah Oseltamivir yang lebih dikenal dengan nama Tamiflu.
Pada Mei lalu, Indonesia mendapat kiriman dari Jepang sebanyak 12.200 tablet Avigan. Obat ini diproduksi oleh Fujifilm Toyama Chemical Co.Ltd dan diberikan oleh Pemerintah Jepang melalui United Nations for Project Services (UNOPS) ke kedubes RI di Tokyo.
Belasan ribu tablet Avigan tersebut diangkut ke Tanah Air menggunakan pesawat Garuda Indonesia dan tiba di Indonesia pada 18 Mei 2020. Indonesia tak ingin terlalu bergantung dengan negara lain soal obat Covid-19.
Maklum di tengah pandemi, kebutuhan terhadap obat meningkat sementara pasokannya menipis dan terjadilah kompetisi. Mumpung ada obat yang hak patennya sudah habis, Indonesia akan memanfaatkan momentum tersebut untuk membuatnya. Tentu dengan versi yang lebih murah atau generik.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
"Obat yang kemarin kita beli ternyata patennya sudah habis dan mungkin obat itu kita bisa adakan sebagai obat generik lokal," ujar Erick dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (27/8/2020).
Selain itu Menteri BUMN juga menunjuk BUMN farmasi PT Kimia Farma Tbk (KAEF) untuk memproduksi beberapa obat Covid-19 seperti Avigan secara mandiri.
Selain berpartipasi untuk memproduksi Avigan, KAEF juga sudah memproduksi beberapa obat Covid-19 seperti Chloroquine, Hydroxychloroquine dan Azithromycin.
Tak cukup Avigan saja, pemerintah juga berencana untuk memproduksi obat lain yaitu Oseltamivir (Tamiflu) dengan target produksi 480.000 tablet yang juga akan digunakan untuk penanganan pasien Covid-19.
Erick Thohir juga sempat menyinggung soal kemampuan KAEF dalam memproduksi Avigan.
"Kimia Farma sudah bisa produksi Avigan, yang selama ini impor. Masuk kategori favipiravir, [kini Kimia Farma] sudah bisa buat sendiri," kata Erick.
Dia menyebutkan, dengan adanya kemampuan perusahaan dalam negeri untuk memproduksi obat ini di dalam negeri artinya, produsen farmasi dalam negeri sudah mulai mengurangi ketergantungan Indonesia untuk terus mengimpor obat-obatan tersebut.
"Sudah bisa buat sendiri karena sudah bisa buat sendiri karena gak mau bergantung kepada bahan baku impor," imbuhnya.
Berbicara soal obat dan produk farmasi, nilai impor RI dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan.
Pada 2012 total impor obat dan produk farmasi RI mencapai US$ 445,7 juta. Nilai tersebut melonjak 71,2% menjadi US$ 763,1 juta pada 2018. Baru turun ke US$ 641,96 juta tahun lalu.
Mengacu pada data konsultan perusahaan farmasi Pacific Bridge Medical, size pasar obat dan farmasi RI nilainya mencapai US$ 6 miliar pada 2016, atau setara dengan Rp 89 triliun kurs saat ini Rp 14.800/US$. Menggunakan angka tersebut sebagai patokan, maka total impor setara demgan 9,2% size pasarnya.
Meski mengalami penurunan cukup tajam tahun lalu, impor obat dan produk farmasi RI pada periode 7 bulan pertama tahun ini kembali melonjak signifikan di tengah merebaknya pandemi Covid-19.
Pada periode Januari-Juli 2020, total impor obat dan produk farmasi RI tercatat mencapai US$ 475,14 juta (Rp 7 triliun) atau naik 21% dari periode yang sama tahun sebelumnya di angka US$ 392,5 juta.
Indonesia banyak mengimpor produk-produk kesehatan tersebut terutama dari Amerika Serikat (AS), Jerman, Perancis, Swiss dan Inggris. Indonesia tak hanya mengimpor barang jadinya saja, tetapi bahan baku industri farmasi Tanah Air juga mayoritasnya diimpor.
Sekitar 90%-92% dari bahan baku (raw material) RI diimpor dari negara-negara seperti China, Amerika dan India.
Untuk membuat obat-obatan non-herbal memang membutuhkan bahan baku kimia. Sementara industri kimia RI terkenal 'bolong-bolong' atau tidak terintegrasi dari hulu ke hilir.
Ini tentu menjadi masalah yang harus ditangani serius oleh RI jika ingin membangun industri farmasi yang kokoh dan tahan banting.
Pasalnya jika ketergantungan bahan baku impor terlalu tinggi maka industri farmasi Tanah Air menjadi rentan terkena risiko fluktuasi harga bahan baku global serta shock dari sisi suplai seperti yang terjadi saat awal-awal pandemi Covid-19 menghantam China.
Jadi, sudah siap mandiri di bidang farmasi Pak Erick?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Erick Thohir: Kimia Farma Sudah Produksi Avigan, Setop Impor!
