
Kimia Farma Produksi Avigan, Erick Setop Impor! Ini Faktanya

Erick Thohir juga sempat menyinggung soal kemampuan KAEF dalam memproduksi Avigan.
"Kimia Farma sudah bisa produksi Avigan, yang selama ini impor. Masuk kategori favipiravir, [kini Kimia Farma] sudah bisa buat sendiri," kata Erick.
Dia menyebutkan, dengan adanya kemampuan perusahaan dalam negeri untuk memproduksi obat ini di dalam negeri artinya, produsen farmasi dalam negeri sudah mulai mengurangi ketergantungan Indonesia untuk terus mengimpor obat-obatan tersebut.
"Sudah bisa buat sendiri karena sudah bisa buat sendiri karena gak mau bergantung kepada bahan baku impor," imbuhnya.
Berbicara soal obat dan produk farmasi, nilai impor RI dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan.
Pada 2012 total impor obat dan produk farmasi RI mencapai US$ 445,7 juta. Nilai tersebut melonjak 71,2% menjadi US$ 763,1 juta pada 2018. Baru turun ke US$ 641,96 juta tahun lalu.
Mengacu pada data konsultan perusahaan farmasi Pacific Bridge Medical, size pasar obat dan farmasi RI nilainya mencapai US$ 6 miliar pada 2016, atau setara dengan Rp 89 triliun kurs saat ini Rp 14.800/US$. Menggunakan angka tersebut sebagai patokan, maka total impor setara demgan 9,2% size pasarnya.
Meski mengalami penurunan cukup tajam tahun lalu, impor obat dan produk farmasi RI pada periode 7 bulan pertama tahun ini kembali melonjak signifikan di tengah merebaknya pandemi Covid-19.
Pada periode Januari-Juli 2020, total impor obat dan produk farmasi RI tercatat mencapai US$ 475,14 juta (Rp 7 triliun) atau naik 21% dari periode yang sama tahun sebelumnya di angka US$ 392,5 juta.
Indonesia banyak mengimpor produk-produk kesehatan tersebut terutama dari Amerika Serikat (AS), Jerman, Perancis, Swiss dan Inggris. Indonesia tak hanya mengimpor barang jadinya saja, tetapi bahan baku industri farmasi Tanah Air juga mayoritasnya diimpor.
Sekitar 90%-92% dari bahan baku (raw material) RI diimpor dari negara-negara seperti China, Amerika dan India.
Untuk membuat obat-obatan non-herbal memang membutuhkan bahan baku kimia. Sementara industri kimia RI terkenal 'bolong-bolong' atau tidak terintegrasi dari hulu ke hilir.
Ini tentu menjadi masalah yang harus ditangani serius oleh RI jika ingin membangun industri farmasi yang kokoh dan tahan banting.
Pasalnya jika ketergantungan bahan baku impor terlalu tinggi maka industri farmasi Tanah Air menjadi rentan terkena risiko fluktuasi harga bahan baku global serta shock dari sisi suplai seperti yang terjadi saat awal-awal pandemi Covid-19 menghantam China.
Jadi, sudah siap mandiri di bidang farmasi Pak Erick?
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
