
Rupiah Sedang Perkasa, Dolar Australia Merosot 0,76%

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia melemah melawan rupiah pada perdagangan Kamis (17/9/2020), padahal data menunjukkan tingkat pengangguran Negeri Kanguru menurun tajam di bulan Agustus. Hal tersebut menggambarkan rupiah sedang perkasa hari ini.
Pada pukul 11:33 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.747,76, dolar Australia melemah 0,76% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Meski demikian. Dolar Australia masih berada di dekat level tertinggi sejak November 2018.
Data dari Australia memberikan kejutan yang menggembirakan. Biro Statistik Australia melaporkan tingkat pengangguran di bulan Agustus turun menjadi 6,8%, dari bulan Juli 7,5%, sekaligus mematahkan prediksi kenaikan 7,7% di Forex Factory.
Selain itu, sepanjang bulan lalu, perekonomian Australia menyerap 111 ribu tenaga kerja, mematahkan prediksi pengurangan 40 ribu pekerja.
Data tenaga kerja tersebut menunjukkan perekonomian Australia mulai menggeliat kembali, dan pasar tenaga kerja mulai membaik.
Tetapi, rupiah sedang perkasa hari ini yang membuat data tersebut belum berdampak positif bagi dolar Australia.
Meski demikian, Commonwealth Bank of Australia (CBA) bahkan mengatakan dolar Australia masih undervalue, dan akan kembali menguat, khususnya melawan dolar AS hingga akhir tahun ini. Kala dolar Australia menguat melawan dolar AS, rupiah tentunya akan ikut dipukul.
Ahli strategi di CBA memprediksi dolar Australia akan menguat ke US$ 0,75 melawan dolar AS di akhir tahun ini. Itu artinya, rupiah juag berisiko melemah. Untuk diketahui, dolar Australia saat ini berada di dekat level tertinggi sejak November 2018 melawan rupiah.
"Dolar Australia akan terus menguat melawan dolar AS karena secara fundamental masih undervalue" kata ahli strategi tersebut, sebagaimana dilansir Stock Head, Selasa (15/9/2020).
CBA melihat pemicu utama kenaikan dolar Australia adalah penguatan harga komoditas, khususnya bijih besi, yang dipicu oleh permintaan dari China.
"Stimulus fiskal di China membuat permintaan komoditas dari Australia meningkat"
Data dari bea cukai China yang dikutip Mining.com menunjukkan pada bulan Juni impor bijih besi melonjak 17% di bulan Juni dari bulan sebelumnya.
Kenaikan impor tersebut memicu kenaikan harga bijih besi, yang merupakan komoditas ekspor utama Australia. Bijih besi berkontribusi sekitar 15% dari total ekspor. Harga bijih besi naik nyaris 34% sepanjang tahun ini ke atas US$ 125/ton yang merupakan level tertinggi dalam 6 tahun terakhir.
Selain itu, emas dunia yang juga mencetak rekor tertinggi memberikan sentimen positif ke dolar Australia. Emas merupakan komoditas terbesar ke-enam Australia, berkontribusi sekitar 4,8% dari total ekspor.
Saat harga komoditas-komoditas tersebut menguat, pendapatan Australia akan meningkat dan menopang penguatan mata uangnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Suku Bunga Diramal Naik, Dolar Australia Dekati Rp 10.400
