Kasus Corona Nambah Hampir 4.000, PSBB Kudu Ketat Kayak Dulu?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 September 2020 06:30
Penumpang KRL di Stasiun Manggarai (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Penumpang KRL di Stasiun Manggarai (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia berduka. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) sudah terlalu banyak membawa derita. Semakin banyak rakyat yang jatuh sakit dan bahkan kehilangan nyawa.

Pada 16 September 2020, jumlah pasien positif corona di Tanah Air tercatat 228.993 orang. Bertambah 3.963 orang (1,76%) dibandingkan posisi hari sebelumnya. Tambahan hampir 4.000 orang pasien baru dalam sehari adalah rekor tertinggi sejak Indonesia mencatatkan kasus perdana pada awal Maret lalu.

Sementara total jumlah pasien yang meninggal dunia akibat serangan virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu adalah 9.100 orang. Bertambah 135 orang (1,51%) dibandingkan posisi hari sebelumnya. Tambahan 135 orang yang tutup usia dalam sehari juga merupakan rekor tertinggi.

Dalam 14 hari terakhir (3-16 September), rata-rata tambahan pasien positif baru mencapai 3.453,36 orang per hari. Melonjak dibandingkan 14 hari sebelumnya yaitu 2.550,07 orang.

Sedangkan korban meninggal dalam 14 hari terakhir rata-rata bertambah 106 orang. Naik cukup tajam dibandingkan 14 hari sebelumnya yang sebanyak 90,71 orang.

Mengapa pagebluk virus corona di Ibu Pertiwi bisa begini parah? Sepertinya kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan yang rendah menjadi penyebabnya.

Menjaga jarak adalah salah satu kunci untuk menekan penyebaran virus corona. Virus akan semakin mudah menular kala terjadi penumpukan manusia di satu lokasi, apalagi di dalam ruangan. Jarak aman harus dipertahankan, minimal 1-2 meter antara satu orang dengan yang lain.

Social Distancing Index keluaran Citi bisa menjadi gambaran bagaimana kepatuhan warga dalam menjaga jarak. Jika angkanya semakin dekat dengan nol, maka warga semakin tidak berjarak, semakin dekat, semakin tidak patuh protokol kesehatan.

Tren skor Social Distancing Index Indonesia cenderung semakin dekat dengan nol. Pada 25 Mei, angkanya masih -25 dan pada 11 September tinggal -13.

Di mana saja terjadi penumpukan jumlah orang? Mengutip riset Citi, ada dua tempat. Pertama adalah perbelanjaan ritel dan rekreasi, kedua tempat penjualan kebutuhan sehari-hari (groceries) dan toko obat.

Per 11 Mei, pengunjung di tempat belanja ritel dan lokasi rekresasi sudah sama seperti hari-hari biasa. Di groceries dan toko obat malah sudah 3% di atas kondisi normal.

coronaCiti

Sejak awal Juni, pemerintah memang sudah mengendurkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Berbagai aktivitas dan tempat yang semula 'dikunci' total sudah dibuka kembali, meski terbatas. Indonesia memasuki era normal baru (new normal), hidup berdampingan dengan virus corona sehingga harus diiringi dengan penerapan protokol kesehatan.

Misalnya, pusat perbelanjaan alias mal sudah boleh beroperasi. Namun dibatasi, maksimal pengunjung yang datang hanya boleh 50% dari kapasitas.

So, kalau ternyata keramaian di tempat belanja ritel ternyata sudah sama seperti kondisi normal itu namanya apa? Protokol kesehatan tidak ditegakkan. Pembatasan pengunjung maksimal 50% tidak diterapkan, karena nyatanya yang datang sudah sama seperti hari biasa.

Namun, penguncian aktivitas melalui PSBB total seperti pada April-Mei juga bukan langkah yang sepenuhnya bijak. Betul kala itu PSBB mampu membuat kurva kasus corona agak melandai, bisa menekan jumlah pasien maupun korban jiwa.

Akan tetapi, kebijakan tersebut harus dibayar mahal. Aktivitas masyarakat yang sangat terbatas membuat roda ekonomi berjalan sangat lambat, bahkan mungkin berhenti sama sekali di sejumlah sektor usaha. Hasilnya, ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) 5,32%.

PSBB memukul ekonomi di dua sisi sekaligus, penawaran dan permintaan. Dunia usaha yang dalam situasi terjepit terpaksa mengambil langkah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau merumahkan karyawan.

Per 27 Mei, jumlah pekerja yang menjadi korban PHK dan dirumahkan mencapai 3,06 juta orang. Semakin hari jumlahnya tentu bukannya berkurang tetapi akan bertambah.

"Akibat pandemi, angka pengangguran diperkirakan bertambah 3-5%. Masalah ini tentu menjadi tantangan besar pemerintah," sebut Ida Fauziah, Menteri Ketenagakerjaan, seperti dikutip dari siaran tertulis.

PSBB telah memakan 'korban' jutaan orang yang tidak bisa mencari nafkah. Tentu tidak adil dan tidak bijak jika sebuah kebijakan membuat angka ini semakin bertambah.

Oleh karena itu, cara untuk meredam penyebaran virus corona yang tidak membuat angka pengangguran dan kemiskinan naik adalah dengan menjalankan protokol kesehatan. Aktivitas publik jangan lagi dikunci total, tetapi tegakkan saja protokol kesehatan.

Penegakan ini memang perlu peran pemerintah. Namun alat negara tentu tidak bisa masuk ke seluruh lini kehidupan masyarakat. Jadi, memang masyarakat sendiri yang harus disiplin dalam menjaga jarak, memakai masker, dan rajin mencuci tangan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular