Jakarta PSBB Total Lagi, Sudah Waktunya "Ternak" Dolar AS?

Kondisi dolar AS sebenarnya juga sedang kurang bagus, bahkan ada yang memprediksi akan melemah hingga tahun depan. Sehingga meski rupiah sedang tertekan, belum tentu juga akan mengalami pelemahan yang signifikan.
Pada pekan lalu, indeks dolar AS menyentuh level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir. Salah satu pemicu lesunya dolar AS yakni pemulihan ekonomi yang diprediksi akan berjalan lebih lambat ketimbang negara-negara lainnya, khususnya negara di Eropa.
Selain itu kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membabat habis suku bunga acuannya menjadi 0,25, serta menerapkan kembali program pembelian aset atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE), membuat perekonomian AS menjadi banjir likuiditas, akibatnya dolar AS melemah.
Kebijakan terbaru The Fed memperburuk kinerja the greenback. Bos The Fed, Jerome Powell, pada Kamis (27/8/2020) malam mengubah pendekatannya terhadap target inflasi. Sebelumnya The Fed menetapkan target inflasi sebesar 2%, ketika sudah mendekatinya maka bank sentral paling powerful di dunia ini akan menormalisasi suku bunganya, alias mulai menaikkan suku bunga.
Kini The Fed menerapkan "target inflasi rata-rata" yang artinya The Fed akan membiarkan inflasi naik lebih tinggi di atas 2% "secara moderat" dalam "beberapa waktu", selama rata-ratanya masih 2%.
Dengan "target inflasi rata-rata" Powell mengatakan suku bunga rendah bisa ditahan lebih lama lagi, guna membantu perekonomian yang mengalami resesi akibat pandemi Covid-19.
Suku bunga rendah yang ditahan dalam waktu yang lama tentunya berdampak negatif bagi dolar AS.
"Pemicu utama pelemahan dolar AS dalam 4 atau 5 bulan terakhir adalah kebijakan moneter The Fed," kata Lee Hardman, ekonom di MUFG, sebagaimana dilansir Reuters, Jumat (4/9/2020).
Selain itu, ketidakpastian politik di AS jelang Pemilu Presiden bulan November, serta keraguan pasar akan pemulihan ekonomi Paman Sam juga menjadi penekan dolar AS.
Hasil survei Reuters terhadap 75 analis di bulan menunjukkan sebanyak 31% memprediksi harga dolar AS masih akan merosot hingga tahun depan. Namun, terjadi penurunan yang lumayan dibandingkan survei bulan Agustus dimana ada 39% yang memprediksi hal yang sama.
Sementara itu, sebanyak 32% dari total yang merespon survei Reuters meramal tren penurunan dolar AS kana berhenti kurang dari 3 bulan ke depan. Persentase tersebut meningkat tajam ketimbang bulan Agustus sebesar 18%. Artinya para analis juga semakin banyak yang melihat perekonomian AS mulai ke arah positif.
