Dapat Tenaga Luar-Dalam, Rupiah Siap Ngegas ke Rp 14.450/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 September 2020 17:21
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Isu dari dalam negeri mengenai rencana perubahan undang-undang Bank Indonesia serta kebijakan "burden sharing" membuat rupiah tertekan pada pekan lalu, tetapi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berupaya menjernihkan situasi.

Melalui konferensi pers akhir pekan lalu, Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah belum membahas amandemen UU BI yang merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Beberapa hari terakhir banyak disampaikan revisi UU BI yang merupakan inisiatif DPR. Dapat dijelaskan bahwa sampai hari ini pemerintah belum membahas RUU inisiatif DPR tersebut. Penjelasan Bapak Presiden adalah sangat jelas, bahwa kebijakan moneter harus tetap kredibel, efektif dan independen," tegas Sri Mulyani.

Sedangkan dalam hal burden sharing, Sri Mulyani menjelaskan ada dua jenis pembagian beban. Pertama adalah untuk pembiayaan anggaran bersifat pemenuhan kebutuhan rakyat (public goods) yang hanya berlaku tahun ini. One off, sekali pukul.

Namun ada jenis burden sharing berikutnya yaitu BI menjadi pembeli siaga (standby buyer) obligasi pemerintah di pasar perdana apabila pasar tidak bisa menyerap. Sesuai dengan UU No 2/2020, ini dilakukan hingga 2022.

"BI sebagai pembeli siaga di dalam lelang SBN (Surat Berharga Negara) itu berlangsung sampai 2022, sesuai dengan UU No 2/2020 yang menyebutkan dalam waktu kurun tiga tahun untuk pemulihan ekonomi, pemerintah bisa memiliki defisit di atas 3% (dari Produk Domestik Bruto/PDB). Sesudah 2022, maka pemerintah akan kembali melaksanakan kebijakan fiskal yang diatur dalam UU Keuangan Negara yaitu defisit maksimal 3% dan rasio utang tidak boleh melebihi 60%, dan BI tetap menjalankan fungsi moneternya secara independen," jelas Sri Mulyani.

Kabar baik lainnya datang dari Bank Indonesia yang melaporkan cadangan devisa pada akhir Agustus sebesar US$ 137 miliar. Posisi cadangan devisa tersebut merupakan rekor tertinggi sepanjang masa, naik dari posisi akhir Juli yang juga rekor tertinggi sebelumnya US$ 135,1 miliar.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 9,4 bulan impor atau 9,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," demikian laporan Bank Indonesia, Senin (7/9/2020).

Dengan cadev yang meningkat ke rekor tertinggi, BI memiliki lebih banyak amunisi untuk menstabilkan rupiah. Sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi investor asing untuk berinvestasi di dalam negeri, sehingga capital inflow bisa deras mengucur ke Indonesia. Jika kondisi tersebut terjadi, rupiah bisa kembali perkasa.

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular