Sri Mulyani Sukses Tenangkan Pasar, Rupiah Menguat!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 September 2020 09:03
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Sepertinya pelaku pasar mulai move on dari isu yang membelit Bank Indonesia (BI).

Pada Senin (7/9/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.700 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,27% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Selama sepekan kemarin, rupiah melemah 0,86% di hadapan dolar AS. Rupiah menjadi mata uang terlemah kedua di Asia, hanya lebih baik dari baht Thailand.

Dari dalam negeri, pelaku pasar menyoroti dinamika hubungan pemerintah dan BI. Ada dua isu, pertama adalah soal peran serta MH Thamrin dalam pembiayaan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) alias burden sharing yang bertahan sampai 2022. Kedua adalah wacana amandemen Undang-undang (UU) BI yang di dalamnya berisi pembentukan Dewan Moneter yang dapat mengurangi kadar independensi bank sentral karena penetapan kebijakan moneter harus dengan 'restu' pemerintah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berupaya menjernihkan situasi. Melalui konferensi pers akhir pekan lalu, Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah belum membahas amandemen UU BI yang merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Beberapa hari terakhir banyak disampaikan revisi UU BI yang merupakan inisiatif DPR. Dapat dijelaskan bahwa sampai hari ini pemerintah belum membahas RUU inisiatif DPR tersebut. Penjelasan Bapak Presiden adalah sangat jelas, bahwa kebijakan moneter harus tetap kredibel, efektif dan independen," tegas Sri Mulyani.

Sedangkan dalam hal burden sharing, Sri Mulyani menjelaskan ada dua jenis pembagian beban. Pertama adalah untuk pembiayaan anggaran bersifat pemenuhan kebutuhan rakyat (public goods) yang hanya berlaku tahun ini. One off, sekali pukul.

Namun ada jenis burden sharing berikutnya yaitu BI menjadi pembeli siaga (standby buyer) obligasi pemerintah di pasar perdana apabila pasar tidak bisa menyerap. Sesuai dengan UU No 2/2020, ini dilakukan hingga 2022.

"BI sebagai pembeli siaga di dalam lelang SBN (Surat Berharga Negara) itu berlangsung sampai 2022, sesuai dengan UU No 2/2020 yang menyebutkan dalam waktu kurun tiga tahun untuk pemulihan ekonomi, pemerintah bisa memiliki defisit di atas 3% (dari Produk Domestik Bruto/PDB). Sesudah 2022, maka pemerintah akan kembali melaksanakan kebijakan fiskal yang diatur dalam UU Keuangan Negara yaitu defisit maksimal 3% dan rasio utang tidak boleh melebihi 60%, dan BI tetap menjalankan fungsi moneternya secara independen," jelas Sri Mulyani.

Helmi Arman, Ekonom Citi, menyebutkan ada tiga poin yang bisa diambil dari pernyataan Sri Mulyani. Pertama adalah akan ada reformasi dalam hal pengambilan keputusan di antara institusi anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Kedua adalah BI membeli SBN dengan kupon 0% (zero coupon) hanya berlaku untuk tahun ini, meski BI tetap menjadi peserta lelang hingga 2022.

Ketiga, pemerintah belum mendiskusikan wacana amandemen UU BI yang merupakan inisiatif DPR. "Ini menunjukkan kurangnya antusiasme pemerintah terhadap naskah inisiatif DPR, terutama pembentukan Dewan Moneter," sebut Helmi dalam risetnya.

Helmi menilai peluang pembentukan Dewan Moneter memang mengecil, dan itu melegakan pasar. Namun dengan rencana reformasi sistem keuangan, bukan tidak mungkin independensi BI bakal sedikit disunat.

"Kemudian sebenarnya masih ada tiga pertanyaan lain yang perlu mendapat klarifikasi. Satu, apakah pemerintah akan melanjutkan pembahasan amandemen UU BI sesuai naskah yang diajukan DPR, atau akan ada Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti UU)? Dua, apakah akan ada kesepakatan agar BI bisa membeli SBN zero coupon sampai 2022? Tiga, bagaimana pandangan pemerintah tentang rencana penggantian kepemimpinan BI sebelum waktu jabatannya habis?" papar Helmi.

Pasar memang masih punya pertanyaan lanjutan, tetapi itu mungkin bisa terjawab seiring waktu. Untuk saat ini, berbagai pertanyaan mendasar soal hubungan BI dan pemerintah sudah terjawab. Ini membuat investor tenang dan siap kembali berburu aset-aset di pasar keuangan Tanah Air, yang mendukung penguatan rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular