Minat Turun, Jangan-jangan Asing Mulai Ogah Beli Sukuk RI?

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
07 September 2020 09:08
Emisi obligasi syariah (sukuk)
Foto: Getty Images/CNBC International

Jakarta, CNBC Indonesia - Apakah minat investor asing mulai berkurang memburu surat berharga Indonesia khususnya sukuk negara atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)?

Mari kita bedah asumsi awal ini.

Pada Selasa pekan ini (1/9/2020), pemerintah melalui Ditjen Pengelolaan Pembiayaan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan lelang SBSN,

Target indikatif yang ditetapkan sebesar Rp 8 triliun. Sedangkan penawaran yang masuk sebesar Rp 38,3 triliun dan pemerintah akhirnya memenangkan Rp 9,5 triliun.

Dalam lelang SBSN sebelumnya, penawaran yang masuk tercatat Rp 49,4 triliun, alias terjadi penurunan pada lelang Selasa kemarin dengan lelang sebelumnya.

Hasil Lelang SBSN

Tanggal

Penawaran masuk (Rp triliun)

Target indikatif (Rp triliun)

18/8/20

49,4

8

1/9/20

38,3

8

Perubahan

11,1%

-

            

Mengapa hal ini terjadi, Tim Riset CNBC Indonesia menilai, sepertinya investor kurang tertarik berinvestasi di SBSN karena investor menilai pasokan SBSN akan melimpah.

Prediksi melimpahnya SBSN ini terkait dengan pemerintah yang akan kembali melakukan burden sharing bersama Bank Indonesia (BI). Pemerintah berpeluang akan meminta bantuan kepada BI untuk membiayai defisit anggaran setidaknya hingga 2022.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa jika pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa berada di kisaran 4,5-5,5%, maka burden sharing mungkin tidak lagi dibutuhkan pada 2022.

Namun, jika pertumbuhan ekonomi 2021 tidak berhasil mencapai kisaran tersebut, maka dapat dipastikan bahwa skema burden sharing akan dibutuhkan kembali pada 2022.

Burden sharing sebetulnya adalah skema menanggung beban bersama antara pemerintah, yakni Menteri Keuangan sebagai otoritas fiskal, dan BI sebagai otoritas moneter guna memenuhi kebutuhan pembiayaan demi mempercepat pemulihan ekonomi nasional lantaran terjadi penurunan aktivitas ekonomi akibat dampak Covid-19.

Dalam hal mekanisme burden sharing, Kemenkeu menjelaskan ilustrasinya yakni, untuk kelompok public goods (pembiayaan di bidang kesehatan, perlindungan sosial, serta sektoral kementerian/lembaga (K/L) dan Pemda), pemerintah menerbitkan SBN (surat berharga negara) kepada BI dengan suku bunga acuan BI reverse repo rate

Sesuai tanggal jatuh tempo SBN, Pemerintah membayar bunga/imbalan kepada BI. Selanjutnya, pada hari yang sama BI akan mengembalikan bunga/imbalan kepada Pemerintah sebagai kontribusi BI sesuai skema burden sharing.

Sentimen lain yakni, bayang-bayang resesi yang menghantui ekonomi Indonesia sehingga menjadi sentimen negatif bagi pelaku pasar. Resesi diprediksi akan terjadi pada kuartal III-2020 dikarenakan pada Selasa lalu, Indonesia mengalami deflasi pada Agustus 2020.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data inflasi Agustus 2020, di mana inflasi Indonesia pada Agustus berada di angka minus 0,05% secara month to month (mtm), lebih rendah dari Juli di angka minus 0,10%.

Investor sepertinya lebih tertarik dengan SBSN yang bertenor jangka pendek hingga menengah karena iklim investasi di Indonesia berdasarkan investasi jangka panjang masih cukup rawan untuk berinvestasi.

Ketidakpastian dari kapan berakhirnya pandemi di Indonesia membuat investor bermain aman, yakni berinvestasi obligasi negara dengan tenor yang pendek.

Selain itu, kurangnya minat investor berinvestasi di SBSN dikarenakan investor asing belum sepenuhnya menjadikan instrumen SBSN menjadi investasi utama, ketimbang SUN (surat utang negara) konvensional. 

Perbandingan Porsi Asing di SUN dan SBSN

Instrumen

3 Agustus 2020 (Rp T)

3 September 2020 (Rp T)

SUN

916,36

919,34

SBSN

28,39 

25,89

Total

944,75

945,24

Sumber: DJPPR

Dilihat dari total porsi kepemilikan asing secara bulanan, per 3 September 2020 asing hanya memiliki Rp 25,89 triliun di SBSN, turun dari tanggal yang sama bulan sebelumnya sebesar Rp 28,39 triliun.

Sedangkan total kepemilikan asing di Surat Utang Negara (SUN) secara bulanan, per 3 September 2020 asing memiliki Rp 919,34 triliun, naik dari tanggal yang sama pada bulan sebelumnya sebesar Rp 916,36 triliun.

Walaupun kepemilikan asing bertambah, namun jika dibandingkan keduanya, asing lebih tertarik mengoleksi SUN dari pada SBSN yang tercermin dari jumlah kepemilikan asing di keduanya.

Dari sisi yield, juga terjadi perbedaan antara SBSN dan SUN

Pergerakan Yield SBSN

 

Kode

yield lelang 18 Ags 2020 (%)

Yield lelang 1 Sept 2020 (%)

%

SPNS05022021

3,406

3,333

-7,29

PBS027

4,438

4,565

0,13

PBS026

5,281

5,264

-0,02

PBS025

7,190

7,195

0,00

PBS028

7,605

7,583

-0,02

Total

27,919

27,939

0,02

Sumber: DJPPR

Secara rata-rata, yield SBSN menguat 0,02 basis poin. Sedangkan dari tingkat yield-nya masing-masing, tercatat yang mengalami penguatan hanya dua, yakni PBS027 dengan tenor 3 tahun dan PBS025 yang jatuh tempo 13 tahun.

Pergerakan Yield SUN

Kode

yield lelang 11 Ags 2020 (%)

yield lelang 25 Ags 2020  (%)

%

SPN03201

3,250

3,211

-3,88

SPN12210603

3,600

3,476

-12,40

FR0086

5,827

5,415

-41,24

FR0087

6,760

6,469

-29,06

FR0080

7,230

7,220

-1,02

FR0083

7,369

7,280

-8,89

FR0076

7,420

7,345

-7,52

TOTAL

41,456

40,416

104,02

Sumber: DJPPR

Sedangkan dari yield SUN, rata-rata mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hanya beberapa yang penurunannya tipis seperti SPN03201 yang bertenor 3 bulan dan FR0080 berjatuh tempo 15 tahun.

Jika dilihat dari segi yield yang ditawarkan, maka bisa dibilang SUN-lah yang menang, karena yield-nya masih menarik untuk diinvestasikan yang tercermin dari total yieldnya, walaupun secara rata-rata, yield SUN mengalami penurunan.

Jumlah instrumen di SBSN yang terbilang tidak sebanyak dari SUN dan yieldnya yang masih kurang menarik membuat SBSN kurang dilirik oleh investor.

Ketidakpastian dari kapan berakhirnya pandemi di Indonesia membuat investor bermain aman yang tentunya menawarkan yield yang menarik.

Hanya saja semua kembali ke kecenderungan investor pilih syariah atau konvensional.

 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lelang SBSN Tembus Rp 38 T, Tenor Pendek Diserbu Investor!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular