Dolar AS & Rupiah Apes di Agustus, Ini Mata Uang Paling Cuan

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 September 2020 15:02
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan doalr Amerika Serikat (AS), mata uang Eropa dan semua mata uang utama Asia sepanjang bulan Agustus. Tetapi hal yang sama juga sebenarnya dialami dolar AS melawan mata uang tersebut.

Melansir data Refinitiv, sepanjang bulan Agustus dolar AS hanya menguat melawan rupiah, dolar Taiwan, dan nyaris stagnan melawan yen. Mata uang utama Asia lainnya mampu menguat, begitu juga dengan dolar Australia dan mata uang Eropa.

Dolar AS memang tidak dalam kondisi bagus, sebabnya pemulihan ekonomi AS yang diprediksi berjalan lebih lambat ketimbang negara-negara lainnya, khususnya negara di Eropa. Alhasil, dolar AS melemah lebih dari 1% melawan euro dan franc Swiss, dan lebih dari 2% melawan poundsterling. Namun, dolar AS paling terpukul melawan dolar Australia, pelemahnya tercatat sebesar 3,26% sepanjang Agustus.

Nasib rupiah lebih merana lagi, sepanjang bulan Agustus rupiah tak satupun menguat berhadapan dengan mata uang Asia hingga Eropa.

Isu resesi masih menjadi momok bagi rupiah di bulan Agustus. Maklum saja, kali terakhir Indonesia mengalami resesi lebih dari 20 tahun yang lalu, tepatnya saat krisis moneter 1998. Selain itu, Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali di tahun ini menjadi 4% membuat daya tarik investasi di dalam negeri menjadi menurun. Aliran modal jadi seret dan rupiah jadi tak bertenaga.

Dolar Australia lagi-lagi menjadi mata uang yang mencatat kenaikan terbesar di bulan Agustus, sebesar 3,48%. Dengan demikian, dolar Australia menjadi mata uang paling cuan, baik itu melawan dolar AS maupun melawan rupiah.

Kenaikan harga bijih besi menjadi salah satu faktor yang membuat dolar Australia terus menguat adalah kenaikan harga biji besi.

Bijih besi merupakan komoditas ekspor terbesar Australia, berkontribusi sekitar 15% dari total ekspor. Harga bijih besi naik nyaris 34% sepanjang tahun ini ke atas US$ 125/ton yang merupakan level tertinggi dalam 6 tahun terakhir.

Salah satu pemicu kenaikan harga bijih besi adalah impor dari China yang melonjak. Data dari bea cukai China yang dikutip Mining.com menunjukkan pada bulan Juni impor bijih besi melonjak 17% di bulan Juni dari bulan sebelumnya.

Selain itu, emas dunia yang juga mencetak rekor tertinggi memberikan sentimen positif ke dolar Australia. Emas merupakan komoditas terbesar ke-enam Australia, berkontribusi sekitar 4,8% dari total ekspor. Kenaikan tersebut merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2017.

Selain itu bank sentral Australia (Reserve Bank Australia/RBA) yang tidak mempermasalahkan posisi nilai tukar dolar Australia juga membuat harganya makin melambung.

Pada 22 Juli lalu, nilai tukar dolar Australia melawan dolar AS berada di atas 0,7/US$ dan berada di dekat level tertinggi 6 bulan. Gubernur RBA, Philip Lowe saat berbicara di hari itu mengatakan posisi nilai tukar dolar Australia sudah sesuai dengan fundamentalnya.

Dolar Australia menguat merespon pernyataan tersebut, hingga saat ini mendekati 0,74/US$.

Nilai tukar dolar Australia dikatakan sesuai dengan fundamentalnya, artinya RBA tidak mengharapkan dolar Australia akan melemah untuk membantu perekonomian. Kala dolar Australia melemah, maka produk dari Negeri Kanguru akan lebih murah, sehingga ekspor berpotensi meningkat. Tetapi, sekali lagi RBA melihat nilai tukar dolar Australia saat ini sudah membantu pemulihan ekonomi, sehingga tak perlu lebih rendah lagi.

Ketika perekonomian Australia membaik, tentunya fundamental dolar Australia juga akan naik, dan nilainya terkerek naik, termasuk melawan rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular