Ikuti Dolar AS, Mata Uang Asia & Eropa Juga Libas Rupiah

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 July 2020 19:48
FILE PHOTO: Euro, Hong Kong dollar, U.S. dollar, Japanese yen, pound and Chinese 100 yuan banknotes are seen in this picture illustration, January 21, 2016.   REUTERS/Jason Lee/Illustration/File Photo
Foto: REUTERS/Jason Lee

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah babak belur pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (3/7/2020). Bukan hanya melawan dolar Amerika Serikat (AS), tetapi juga mata uang Asia hingga Eropa. Rupiah tertekan oleh risiko naiknya inflasi, serta jumlah kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) yang terus menanjak.

Rupiah hari ini melemah 1,01% melawan dolar AS, dan membukukan pelemahan 7 hari beruntun, terpanjang sejak bulan Februari lalu ketika melemah 8 hari beruntun.

Melawan euro, Mata Uang Garuda melemah 0,97%, bahkan sempat berada di posisi terlemah dalam 2 bulan terakhir. Kurs poundsterling hari ini bahkan sempat kembali ke atas Rp 18.000/GBP, sebelum terpangkas dengan sisa penguatan 0,88%.

Pelemahan rupiah melawan poundsterling menjadi persentase terendah pada hari ini, rata-rata pelemahan rupiah mendekati 1%, bahkan sesama mata uang Asia.

Kurs rupiah merosot akibat kecemasan pelaku pasar akan kemungkinan naiknya inflasi di Indonesia. Hal ini terjadi setelah Bank Indonesia (BI) pada hari Senin lalu setuju "sharing the pain" dengan pemerintah dalam rangka memerangi pandemi penyakit virus corona (Covid-19). BI setuju untuk membeli obligasi pemerintah tanpa bunga alias zero coupon.

Ahli strategi mata uang di DailyFX, Margaret Yang, sebagaimana dikutip Reuters mengatakan saat bank sentral di negara berkembang membeli obligasi pemerintahnya dengan mata uang sendiri, maka akan menciptakan inflasi.

"Bank Sentral AS (The Fed) melakukan hal yang sama, tetapi situasinya berbeda karena dolar AS adalah mata uang dunia, jadi uang tidak hanya beredar di Amerika Serikat, tetapi juga keseluruh dunia," katanya.

Ketika inflasi meningkat, maka daya tarik investasi di Indonesia menjadi menurun, sebab real return yang dihasilkan menjadi lebih rendah. Belum lagi BI diprediksi akan kembali memangkas suku bunga acuannya, sehingga yield yang dihasilkan dari berinvestasi di pasar obligasi misalnya akan lebih rendah lagi.

Saat mengumumkan pemangkasan suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 4,25% pertengahan Juni lalu, BI memang membuka peluang akan kembali memangkas 7 Day Reserve Repo Rate tersebut.

Sementara itu, tren laju penambahan kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi. Sementara itu, kemarin setelah perdagangan dalam negeri ditutup, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melaporkan penambahan pasien yang mencapai 1.624 orang dalam sehari adalah rekor tertinggi sejak Indonesia mencatatkan kasus perdana pada awal Maret.

Dari sisi persentase, laju 2,81% adalah yang tercepat sejak 18 Juni. Sementara hari ini, jumlah pasien positif dilaporkan sebanyak 1.301 kasus, sehingga total menjadi 60.695 kasus.

Dalam 11 hari terakhir, penambahan kasus corona di Ibu Pertiwi selalu lebih dari 1.000 per hari. Alhasil rupiah semakin tak berdaya di hadapan mata uang dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Pamer, Cek Nih Keperkasaan Rupiah Lawan Mata Uang Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular