Sempat Sentuh Rp 14.500/US$, Rupiah Juara Asia di Awal Pekan

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
31 August 2020 15:39
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (31/8/2020) setelah membukukan penguatan lebih dari 1% sepanjang pekan lalu.

Penguatan rupiah semakin apik melihat mayoritas mata uang utama Asia mengalami pelemahan.

Melansir data Refinitiv, rupiah langsung melesat 0,79% ke Rp 14.500/US$ begitu perdagangan hari ini dibuka. Kali terakhir rupiah menyentuh level tersebut pada 6 Agustus lalu.

Sayangnya, rupiah mengendur, di penutupan perdagangan berada di level Rp 14.560/US$ menguat 0,38% di pasar spot.

Meski penguatan terpangkas, tetapi rupiah menjadi juara alias mata uang dengan kinerja terbaik di Asia hari ini. Hingga pukul 15:10 WIB, selain rupiah hanya ringgit Malaysia dan yuan China yang menguat melawan dolar AS, sisanya berada di zona merah.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning.

Dari dalam negeri, dalam laporan kebijakan Moneter Kuartal II-2020, Bank Indonesia (BI) menjelaskan potensi penguatan nilai tukar Rupiah tersebut didukung oleh inflasi yang rendah dan terkendali, defisit transaksi berjalan yang rendah dan daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi serta premi risiko Indonesia yang turun.

Penurunan premi risiko yang tercermin dari (credit default swap/CDS) menandakan pelaku pasar meyakini bahwa risiko gagal bayar alias default semakin kecil. CDS tenor 5 dan 10 tahun berada di level terendah sejak awal Maret, sebelum pasar finansial Indonesia mengalami gejolak akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).

Artinya, investor semakin optimis dengan kondisi perekonomian Indonesia. Rupiah pun perkasa kembali.

Dolar AS yang sedang loyo merespon kebijakan terbaru dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membuat rupiah mampu perkasa lagi.

Bos The Fed, Jerome Powell, pada Kamis (27/8/2020) malam mengubah pendekatannya terhadap target inflasi. Sebelumnya The Fed menetapkan target inflasi sebesar 2%, ketika sudah mendekatinya maka bank sentral paling powerful di dunia ini akan menormalisasi suku bunganya, alias mulai menaikkan suku bunga.

Kini The Fed menerapkan "target inflasi rata-rata" yang artinya The Fed akan membiarkan inflasi naik lebih tinggi di atas 2% "secara moderat" dalam "beberapa waktu", selama rata-ratanya masih 2%.

Dengan "target inflasi rata-rata" Powell mengatakan suku bunga rendah bisa ditahan lebih lama lagi, guna membantu perekonomian yang mengalami resesi akibat pandemi Covid-19.

Suku bunga rendah yang ditahan dalam waktu yang lama tentunya berdampak negatif bagi dolar AS.

Selain itu, pelaku pasar melihat Negeri Paman Sam akan tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lainnya, khususnya Eropa, dalam pemulihan ekonomi yang nyungsep akibat Covid-19. Dengan demikian, ada kemungkinan Eropa akan melakukan normalisasi kebijakan moneter lebih cepat dari AS.

"Ketika bank sentral lain mulai melakukan pengetatan, The Fed mungkin akan tertinggal. Perbedaan suku bunga tidak berpihak kepada dolar AS. Jadi dalam jangka menengah-panjang, ini akan menjadi sentimen negatif bagi greenback," kata Edward Moya, Senior Market Analyst OANDA, seperti dikutip dari Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular