
Babak Belur di Asia, Nasib Dolar AS Lebih Tragis di Eropa

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) babak belur melawan mata uang Asia yang merupakan negara emerging market (kecuali Jepang) pada perdagangan Jumat (26/8/2020). Ternyata nasib yang lebih buruk menimpa dolar AS ketika berhadapan dengan mata uang Eropa.
Pelemahan dolar AS melawan mata uang negara maju lebih besar ketimbang negara emerging market. Melansir data Refinitiv, pada pukul 16:52 WIB, euro menguat 0,67% melawan dolar AS ke US$ 1,1900, kemudian poundsterling juga menguat 0,61% ke US$ 1,3278. Euro kini berada di dekat level terkuat dalam lebih dari 2 tahun melawan dolar AS, dan poundsterling sejak Desember 2019.
Melawan franc Swiss, dolar AS melemah 0,62% ke 0,9032/US$. Level tersebut merupakan yang terlemah bagi dolar AS dalam lebih dari 5 tahun terakhir, tepatnya sejak Januari 2015. Padahal Swiss sah mengalami resesi kemarin, dan kontraksi ekonominya terparah sepanjang sejarah pencatatan.
Sekretariat Negara Bidang Perekonomian (State Secretariat for Economic Affairs/SECO) Swiss hari ini melaporkan produk domestic bruto (PDB) kuartal II-2020 mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) 8,2% year-on-year (YoY). Di kuartal sebelumnya, PDB mengalami kontraksi 2,5% YoY, sehingga sah mengalami resesi.
Menurut SECO, kontraksi PDB 8,2% juga merupakan yang terdalam sejak data kuartalan mulai dicatat pada 1980.
"Aktivitas ekonomi domestik sangat terbatas akibat pandemi Covid-19 dan langkah-langkah yang diambil guna menanggulangi penyebarannya," kata SECO.
Dolar AS mendapat tekanan setelah bos bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell, kemarin malam mengubah pendekatannya terhadap target inflasi.
Sebelumnya The Fed menetapkan target inflasi sebesar 2%, ketika sudah mendekatinya maka bank sentral paling powerful di dunia ini akan menormalisasi suku bunganya, alias mulai menaikkan suku bunga.
Kini The Fed menerapkan "target inflasi rata-rata" yang artinya The Fed akan membiarkan inflasi naik lebih tinggi di atas 2% "secara moderat" dalam "beberapa waktu".
Dengan "target inflasi rata-rata" Powell mengatakan suku bunga rendah bisa ditahan lebih lama lagi, guna membantu perekonomian yang mengalami resesi akibat pandemi Covid-19.
Suku bunga rendah yang ditahan dalam waktu yang lama tentunya berdampak negatif bagi dolar A.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Proyeksi Resesi Global IMF Bikin Dolar AS Berjaya di Eropa
