
'Perang' Paket Unlimited, Fitch: Kompetisi Telko Kian Sengit!

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga pemeringkat global, Fitch Ratings, menilai persaingan di industri telekomunikasi (telko) Indonesia akan semakin ketat sehingga dibutuhkan investasi yang tinggi dan berkelanjutan di tengah mulai bergesernya 'perang' kompetisi antara para operator telekomunikasi ke segmen paket data tak terbatas (unlimited).
"Pergeseran ke arah paket data yang lebih besar dan data tak terbatas menunjukkan meningkatnya persaingan di pasar seluler Indonesia dan perlunya investasi tinggi yang berkelanjutan," kata Fitch Ratings, dalam pernyataan resmi melalui Janice Chong, Direktur Fitch Ratings Singapore Pte Ltd, dikutip Jumat (28/8/2020).
Namun, Fitch menilai, penetapan harga paket data unlimited sebetulnya harus tetap rasional. Selain itu, Fitch menilai, dengan strategi itu, perusahaan telekomunikasi besar di Indonesia pun mulai mengejar pertumbuhan yang menguntungkan meskipun di kondisi pasar yang tengah sulit.
Fitch percaya eksekusi strategi itu akan menjadi yang terpenting di tengah ekonomi yang melambat, karena tiap operator berusaha untuk meningkatkan pendapatan.
Misalnya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), (rating BBB/ prospek stabil), yang memiliki 65% saham di anak perusahaan seluler yakni PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), adalah perusahaan telko yang terakhir dari lima operator seluler domestik yang meluncurkan paket data tak terbatas.
Layanan unlimited ini dinilai berpotensi mengakibatkan hilangnya pelanggan dan penurunan 3% secara year on year atas kontribusi terhadap pendapatan menjadi sebesar 55% di kinerja semester I-2020.
PT Smartfren Telecom Tbk (FREN), (rating CCC+ idn), menjadi kompetitor yang lebih kecil kapasitasnya.
Emiten Grup Sinar Mas ini ternyata sudah lebih dahulu dan menjadi yang pertama meluncurkan paket data unlimited pada semester II-2019. Strategi itu telah membuat kemajuan dalam upaya meningkatkan pelanggan, dan mendorong pendapatan sebesar 42%.
Sementara itu, PT Indosat Tbk (ISAT), (rating BBB/AAA idn dengan prospek stabil) berhasil meningkatkan pendapatan seluler sebesar 12% dengan paket data tersebuut, diikuti oleh PT XL Axiata Tbk (rating BBB/AAA idn prospek stabil) sebesar 10% dan PT Hutchison 3 Indonesia sebesar 8%.
"Kami berharap persaingan akan semakin ketat, terutama di wilayah Jawa yang [memiliki pasar yang] lebih jenuh. Namun, tingkat paket data kompetitif yang ditawarkan akan sangat bergantung pada kapasitas yang tersedia dari operator tersebut dan kemampuan pelanggan untuk membayar layanan paket itu," tulis Fitch.
Meskipun menawarkan paket data unlimited, Telkomsel tetap memiliki strategi harga premium dibandingkan dengan para pesaingnya.
Telkomsel yang masih mengusai pasar telko, sebetulnya memperoleh 26% pendapatan dari layanan lama mereka di kuartal II-2020, sehingga dengan layanan baru ini membuat profitabilitasnya bisa rentan terhadap pergeseran struktural ke pendapatan data, dengan margin lebih rendah daripada XL (8% dari pendapatan) atau Indosat (14% dari pendapatan).
"Kami melihat tren belanja modal atau pendapatan secara rata-rata di level rendah hingga tinggi, terjadi selama 2020-2021. Ada risiko bahwa lebih banyak belanja modal mungkin perlu digunakan untuk mengakomodasi efek jangka panjang dari lonjakan permintaan data, dan daya tarik yang lebih kuat untuk alokasi spektrum yang akan datang dari pita frekuensi 2.3GHz."
XL dan Indosat juga mendanai perluasan jaringan dan upaya seratisasi melalui cara lain, seperti sewa pembiayaan menara.
Tren negosiasi sewa menara yang lebih rendah pada perpanjangan kontrak akan memberikan jalan bagi perusahaan telekomunikasi untuk mengelola arus kas, bahkan saat kapasitas menara meningkat.
"Kami berharap XL dan Indosat pada akhirnya menggunakan kembali spektrum 2G untuk layanan 4G guna mengakomodasi peningkatan lalu lintas data. Langkah serupa, bagaimana pun, akan sulit bagi Telkomsel mengingat basis pengguna 2G yang lebih besar."
Efek pandemi telah mereda untuk pasar seluler Indonesia, dengan pendapatan industri relatif datar pada kuartal II-2020, dibandingkan dengan kontraksi 3% -4% yoy yang terjadi di Filipina dan Thailand.
"Hal ini sebagian disebabkan oleh pasar fixed-broadband Indonesia yang secara signifikan kurang terlayani karena terbatasnya infrastruktur saluran tetap. Kami sekarang memperkirakan pertumbuhan pendapatan tahun 2020 di industri yakni hanya satu digit, dibandingkan dengan pertengahan satu digit sebelumnya (2019: 6%), meskipun perlambatan ekonomi yang berkepanjangan bisa meredam prospek di semester II-2020."
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ramai Work From Home, Traffic Data Telkomsel & XL Meroket
