
Kasus Corona DKI Rekor Lagi, Harga SBN Ramai-Ramai Tertekan

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah terkoreksi masal pada perdagangan Kamis (27/8/2020), yang menunjukkan investor memilih menghindari aset pendapatan tetap di tengah rekor kasus positif Covid-19 di Ibu Kota.
Semua Surat Berharga Negara (SBN) mencatatkan kenaikan yield (imbal hasil), kecuali untuk seri terpanjang (30 tahun) dengan pelemahan yield sebesar -0,07%. Kenaikan tertinggi terjadi pada SBN bertenor 10 tahun, yang naik 0,81%.
SBN 10 tahun merupakan instrumen obligasi yang menjadi acuan harga di pasar. Yield surat utang berlawanan arah dari harga, sehingga koreksi yield menunjukkan harga obligasi itu menguat. Demikian juga sebaliknya.
Koreksi harga surat utang pemerintah di tengah catatan rekor tertinggi kasus positif corona di Jakarta, yang mencapai 820 orang dalam sehari. Padahal, Kamis hari ini merupakan hari terakhir masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Oleh karena itu, investor melihat adanya peluang perpanjangan PSBB tersebut, yang pada akhirnya mengaburkan ekspektasi bahwa ekonomi bakal pulih lebih cepat. Tidak ayal, perekonomian nasional bakal masih dibayangi kontraksi pada kuartal ketiga 2020.
Saat ini belum ada kepastian apakah PSBB transisi di ibu kota kembali diperpanjang. Namun jika diperpanjang, maka ini merupakan perpanjangan kelima sejak awal Juli 2020.
DKI Jakarta terakhir kali memperpanjang PSBB Transisi pada 14 Agustus 2020 akan berakhir pada hari ini. Jika kembali diperpanjang, maka seluruh kuartal III bakal dilewati dengan PSBB transisi yang semakin memperbesar risiko terjadinya resesi.
Dari pasar global, sentimen negatif pasar obligasi datang dari Amerika Serikat (AS) di mana bos bank sentral AS Jerome Powell bakal memberikan pidato pada pukul 09:10 pagi waktu setempat (21:00 WIB) untuk mengumumkan kebijakan baru di era pandemi guna melawan dampak Covid-19 dan mendorong inflasi AS.
Selama ini, The Fed mematok target inflasi 2%, tetapi sejak krisis finansial 2008 target tersebut tidak pernah tercapai. Powell diperkirakan akan melonggarkan target tersebut dalam pidatonya dan diperkirakan akan mematok target "rerata inflasi".
Investor menilai langkah tersebut akan memungkinkan The Fed lebih nyaman dengan inflasi di atas 2% selama diimbangi pertumbuhan harga yang di bawah rata-rata inflasi tersebut. Bagi aset pendapatan tetap, inflasi tinggi merupakan musuh utama yang menggerus imbal hasil investor.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh! Vaksin & Stimulus AS Bikin Yield Obligasi RI jadi Naik