Volatilitas dan Yield SBN AS Meninggi, Dow Futures Tertekan

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
30 March 2021 18:47
Traders work on the floor at the New York Stock Exchange (NYSE) in New York City, U.S., November 12, 2018. REUTERS/Brendan McDermid
Foto: Ekspresi Trader di lantai di New York Stock Exchange (NYSE) di New York City, AS, 12 November 2018. REUTERS / Brendan McDermid

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak berjangka (futures) indeks bursa Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan Selasa (30/3/2021), menyusul kembali melonjaknya imbal hasil (yield) obligasi acuan pemerintah AS.

Kontrak futures indeks Dow Jones Industrial Average melemah 0,1% dari nilai wajarnya, sementara kontrak serupa indeks S&P 500 dan Nasdaq 100 juga kompak tertekan, masing-masing sebesar 0,4% dan 0,8% dari nilai wajar.

Saham Apple, Amazon, Microsoft, Netflix dan Facebook kompak jatuh di sesi pra-pembukaan. Saham Tesla bahkan ambruk lebih dari 2%. Hal ini terjadi setelah imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun naik 6 basis poin menjadi 1,77%, atau tertinggi dalam 14 bulan.

Optimisme vaksinasi dan belanja infrastruktur mendorong ekspektasi bahwa ekonomi Negeri Sam bakal pulih lebih cepat dan memicu inflasi. Hal ini memicu kenaikan imbal hasil di pasar, yang termanifestasi dengan aksi jual obligasi pemerintah.

Investor memilih melepas surat berharga negara (SBN) berkupon sekarang, karena ingin menggunakan dana hasil penjualan itu untuk memborong SBN baru dengan kupon lebih tinggi (menyesuaikan ekspektasi inflasi).

Hal ini memicu risiko kenaikan biaya penggalian dana (cost of fund) bagi perusahaan teknologi yang memang dikenal rakus pendanaan dan rajin menerbitkan obligasi. Kenaikan biaya tersebut pada akhirnya bakal memukul capaian laba bersih.

Volatilitas pasar juga meninggi di tengah aksi jual paksa (forced selling) pengelola dana jangka pendek yang melakukan short selling (jual kosong) saham media. Saham ViacomCBS dan Discovery pada Senin drop karena dilego Archegos Capital Management secara besar-besaran.

Saham perbankan pun terkena getahnya terutama Credit Suisse dan Nomura yang membukukan kinerja buruk pada kuartal I-2021 setelah mengumumkan kerugian "signifikan" akibat jual paksa yang menimpa para hedge fund tersebut. Sepanjang bulan berjalan, indeks Dow dan S&P 500 masih terhitung menguat, masing-masing sebesar 7,2% dan 4,2%.

Jim Lacamp, Senior Vice President Morgan Stanley Wealth Management meyakini bahwa pasar sudah lari terlalu jauh. "Pasar sudah bergerak terlalu cepat secara mental dari pemulihan tahap awal menjadi tahap menengah, dan ini bisa berarti bahwa indeks kesulitan melanjutkan aksi cetak rekor tertinggi baru," tuturnya kepada CNBC International.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh! Vaksin & Stimulus AS Bikin Yield Obligasi RI jadi Naik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular