
Likuiditas Terdampak Covid-19, Ini Penjelasan Agung Podomoro

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) mengakui mengalami kesulitan likuiditas pada semester I-2020 karena dampak pandemi covid-19. Ini yang membuat perusahaan pemeringkat internasional Fitch Ratings menurunkan peringkat perusahaan dan utang menjadi C dari CCC-.
"Soal downgrade ini banyak dipengaruhi likuiditas perusahaan. Seperti kami laporkan hasil penjualan semester I ini, efek pandemi dan dari segi recurring revenue mal kami, food traffic turun drastis dan hotel ada yang beberapa belum bisa buka. Pasti akan ada efek tapi downgrade ini sudah ini karena mereka (Fitch) kan forward looking," kata Direktur Keuangan Agung Podomoro Cesar M Dela Cruz, saat public expose virtual, Selasa (25/8/2020).
Okupansi hotel milik APL mengalami penurunan signifikan selama semester I-2020. Dijelaskan juga rata-rata okupansi hotel selama semester pertama tahun 2020 seperti Indigo Hotel sebesar 27%, Pullman Vimala sebesar 36%, Amaris Thamrin City sebesar 28%, BnB Kelapa Gading sebesar 47% dan Harris dan POP! Festival Citilink Bandung sebesar 28% dan 24%.
Perusahaan membukukan penjualan dan pendapatan usaha sebesar Rp1,72,4 triliun dalam semester pertama tahun 2020 dengan laba kotor sebesar Rp 850,4 Miliar dan Laba Bersih sebesar Rp 116,7 Miliar.
Awal Agustus, lembaga pemeringkat global, Fitch Ratings menurunkan peringkat perusahaan PT Agung Podomoro Tbk (APLN) untuk penerbitan utang jangka panjang dalam mata uang rupiah menjadi C dari CCC-.
Pada saat yang sama Fitch juga menempatkan obligasi senilai US$ 300 juta yang jatuh tempo pada 2024 ke Rating Watch Negative (RWN).
Penurunan peringkat tersebut terjadi setelah perseroan mengumumkan perpanjangan jatuh tempo surat utang yang diterbitkan PT Sinar Menara Deli (SMD), anak usaha perseroan, senilai Rp 350 miliar yang jatuh tempo 26 Agustus 2020 menjadi 22 Agustus 2021.
Menurut Fitch langkah restrukturisasi MTN (surat utang jangka menengah) milik SMD tersebut sebagai distressed debt exchange (DDE) sesuai kriterianya, karena dilakukan untuk menghindari gagal bayar dan terdapat pengurangan material.
SMD adalah anak usaha APLN yang dengan kepemilikan 58% saham. Penurunan peringkat menjadi C mencerminkan kemungkinan gagal bayar yang akan datang.
Fitch menilai SMD melakukan perpanjangan MTN untuk menghindari default (gagal bayar) pembayaran pada Agustus 2020 ketika MTN jatuh tempo. Apalagi likuiditas perusahaan saat ini sangat ketat.
SMD hanya memiliki kas sekitar Rp 50 miliar hingga akhir Juni, dan tidak memiliki sumber likuiditas lain untuk membayar kembali MTN tersebut. Profil operasi SMD telah melemah secara signifikan di tengah kondisi properti yang menantang di Indonesia.
"Pengurangan dalam Ketentuan. Kami percaya perpanjangan jatuh tempo MTN merupakan pengurangan material bagi pemegang wesel, karena ini adalah salah satu persyaratan utama di bawah MTN. Fitch menganggap setiap perubahan pada istilah-istilah kunci sebagai pengurangan material kecuali ada bukti yang jelas bahwa investor akan tidak peduli antara ketentuan asli dan baru," tulis Fitch, dalam keterangan resminya.
APLN dalam laporan keuangan 1H20 juga mengungkapkan bahwa anak perusahaannya yang 63% sahamnya dimiliki, PT Bali Perkasasukses (BPS), yang memiliki Indigo Hotel, telah menerima pelonggaran cicilan pinjaman berjangka dari PT Bank QNB Indonesia selama 3 bulan hingga Juli 2020.
APLN membenarkan bahwa BPS saat ini dalam pembayaran bunga. Perubahan persyaratan pinjaman ini tidak dianggap sebagai DDE karena fleksibilitas pinjaman, dibandingkan dengan obligasi, mempersulit penentuan DDE untuk pinjaman ini.
Baca:Kookmin Pengendali, Fitch Naikkan Peringkat Bukopin Jadi AA-
Pandangan ini didukung oleh fakta bahwa ekstensi tidak termasuk pengenalan pembayaran dalam bentuk bunga atau pertukaran hutang untuk ekuitas - fitur dalam pinjaman bank yang akan dianggap sebagai DDE.
Dalam catatan Fitch, likuiditas APLN lemah karena pandemi virus corona yang membuat usaha di sektor propertinya mengalami kesulitan dan menunda rencananya untuk mendivestasi properti investasi.
APLN melaporkan saldo kas konsolidasi menipis tinggal Rp 492 miliar pada akhir Juni, dari Rp 767 miliar pada akhir Maret.
Fitch memperkirakan likuiditas APLN di holding company sangat ketat sehingga kemungkinan tidak dapat memenuhi pembayaran kupon sebesar US$ 12 juta yang jatuh tempo pada Desember 2020 atas uang kertas dolar AS.
"Kami yakin kemampuannya untuk memenuhi pembayaran kupon ini tergantung pada selesainya penjualan properti investasi atau dukungan eksternal lainnya yang akan datang," tulis Fitch.
(hps/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 12 Mal Buka Terbatas, Agung Podomoro Potong Gaji 1.816 Orang
