
Badai Laura & Marco, Produksi Shell di Teluk Meksiko Disetop!

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan raksasa minyak dan gas (migas) asal Belanda, Royal Dutch Shell Inc, menghentikan produksinya di lepas pantai Teluk Meksiko, lokasi sumur yang masuk regulasi Amerika Serikat (AS), karena badai tropis Laura dan Marco yang diprediksi akan datang.
Laura dan Marco adalah dua dari beberapa badai di AS selain Kyle, Nana, Omar, Paloma, Rene, Sally, Teddy, Vicky, dan Wilfred.
Menurut pernyataan resmi Shell yang dikutip Reuters, Minggu (23/8/2020), manajemen menghentikan produksi diĀ sebagian besar aset lepas pantai karena perseroan melakukan evakuasi atas pekerja dari anjungan.
Dengan demikian, perusahaan energi ini menutup 13% atau sebanyak 240.785 barel per hari (bph) atas produksi minyak mentah lepas pantai di utara Teluk Meksiko karena badai.
Biro Keamanan dan Penegakan Lingkungan (Bureau of Safety and Environmental Enforcement/BSEE) yang menginduk pada Kementerian Dalam Negeri ASĀ juga menyebut, bahwa 4,39%, atau sebanyak 119 juta kaki kubik per hari (mmcfd) gas alam dari wilayah Teluk Meksiko, sumur yang masuk regulasi AS, juga akan ditutup.
Di sisi lain, dari sisi kinerja, perusahaan ini sempat melaporkan penurunan performa bisnis.
Royal Dutch Shell, membukukan kerugian US$ 18,1 miliar atau sekitar Rp 262 triliun sepanjang kuartal II-2020. Ini terjadi karena penurunan nilai aset akibat pandemi virus corona, yang menghantam pasar minyak dunia.
Kerugian ini menjadi sinyal akan terjadi pemangkasan jumlah tenaga kerja di perusahaan tersebut.
Sepanjang April-Juni 2020, kinerja Shell ambles, karena pada periode yang sama tahun sebelumnya, Shell membukukan laba US$ 3 miliar. Kejatuhan harga minyak juga menjadi salah satu penyebab utama.
Dilansir dari AFP, Kamis (30/7/2020), kinerja Shell yang turun dalam ini disebabkan karena harga minyak, LNG, dan gas yang rendah. Selain itu, juga akibat turunnya marjin dari bisnis kilang dan volume penjualan produk hasil minyak.
Produksi migas Shell pada periode tersebut turun 6% menjadi 3,4 juta barel setara minyak per hari sepanjang kuartal II-2020, dan proyeksinya akan terus turun pada kuartal III-2020.
CEO Shell, Ben van Beurden, memberikan sinyal adanya pemangkasan karyawan dalam beberapa bulan ke depan.
"Kemungkinan kami akan melihat sebuah resizing. Kami akan berakhir dengan beberapa orang. Setelah musim panas, adalah waktu untuk melihat apa yang terjadi dalam hal jumlah karyawan," katanya.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Drama Investasi di Blok Masela
