Sentimen Pasar Pekan Depan

IHSG-Rupiah "Musuhan" Terus, Kapan Bisa Akur Lagi?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
23 August 2020 19:53
Ilutrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilutrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah bergerak berlawan arah dalam 2 pekan terakhir, seolah saling "bermusuhan".

Pekan lalu, IHSG membukukan penguatan 5 hari beruntun sementara pada periode yang sama rupiah justru mengalami pelemahan.

Di pekan ini, perdagangan hanya berlangsung 2 hari, pada hari Selasa IHSG berhasil menguat, rupiah lagi-lagi melemah. Sehingga total IHSG menguat 6 hari beruntun, rupiah melemah 6 hari beruntun.

Di hari Rabu, IHSG akhirnya melemah, sebaliknya rupiah malah menguat, masih saja keduanya "bermusuhan". IHSG mengakhiri pekan di level 5.272,81 sementara rupiah di Rp 14.770/US$.

Sementara itu dari pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SBN) menguat di pekan ini. Yield SBN tenor 10 tahun turun sebesar 4 basis poin menjadi 6,726%.

Untuk diketahui, pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, saat yield turun artinya harga sedang naik, begitu juga sebaliknya.

Rupiah punya "modal" untuk menguat lagi di pekan depan. Pada Selasa (18/8/2020) Bank Indonesia (BI) merilis Neraca Pembayaran atau Balance of Payment (BOP) Indonesia pada kuartal II-2020 yang mencatat surplus setelah defisit di kuartal sebelumnya. Penurunan defisit transaksi berjalan (CAD) dan surplus transaksi modal dan finansial (TMF) menjadi pemicunya.

Dalam rilis tersebut, neraca pembayaran Indonesia pada periode April-Juni 2020 tercatat surplus US$ 9,2 miliar. Surplus ini merupakan yang tertinggi sejak kuartal kedua tahun 2011 atau sembilan tahun silam.

Defisit transaksi berjalan dilaporkan sebesar US$ 2,9 miliar atau setara 1,2% dari produk domestik bruto (PDB), membaik dari kuartal sebelumnya 1,4% dari PDB. Defisit di kuartal II-2020 menjadi yang paling kecil sejak kuartal I-2017.

Membaiknya defisit transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil.

Komponen NPI lainnya, TMF berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money, dan pergerakannya sangat fluktuatif.

Surplus transaksi modal dan finansial pada April-Juni tercatat sebesar US$ 10,5 miliar (4,3% dari PDB), berbalik arah dari defisit US$ 3,0 miliar (1,1% dari PDB) pada kuartal I-2020.

Sehari setelahnya, BI mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang tetap mempertahankan suku bunga 7 Day Reserve Repo Rate sebesar 4%.

Dalam 2 edisi Rapat Dewan Gubernur (RDG), Gubernur Perry memberikan sinyal BI tidak akan lagi memangkas suku bunga, dengan menegaskan untuk kondisi saat ini pemulihan ekonomi lebih efektif melalui jalur kuantitas.

Rupiah berada dalam tren pelemahan sejak 9 Juni lalu, artinya sudah berlangsung dalam lebih dari 2 bulan, meski pelemahnya terbilang smooth. Salah satu penyebab rupiah terus melemah adalah pemangkasan suku bunga BI.

Pada pertengahan Juli lalu, BI memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4%.

Total di tahun ini, BI sudah memangkas suku bunga sebanyak 4 kali dengan total 100 bps. Tidak hanya memangkas suku bunga, BI juga memberikan banyak stimulus moneter, tujuannya, guna memacu perekonomian yang nyungsep.

Penurunan suku bunga oleh BI menjadi salah satu penyebab melempemnya rupiah. Sejak BI memangkas suku bunga acuan pada pertengahan Juli lalu hingga penutupan perdagangan Rabu rupiah sudah melemah 1,85%.

Sehingga jika suku bunga kembali dipangkas, ada risiko rupiah semakin tertekan. Kala suku bunga diturunkan, daya tarik investasi juga tentunya semakin meredup. Tetapi dengan adanya sinyal dari BI suku bunga tidak akan dipangkas lagi, rupiah punya peluang untuk menguat.

Kala rupiah menguat, tentunya akan memberikan sentimen positif ke IHSG. Apalagi, bursa saham AS (Wall Street) menguat pada pekan lalu. Indeks S&P 500 dan Nasdaq kembali memecahkan rekor tertinggi.

Penguatan kiblat bursa saham dunia tersebut tentunya memberikan sentimen positif ke pasar Asia, dan dalam negeri Senin (24/8/2020) besok.
Dengan demikian, IHSG-rupiah berpeluang akur lagi di awal pekan, dan SBN juga berpotensi mengikuti.

Namun, ada sentimen negatif yang berisiko membuat bursa saham Asia berguguran, yakni kasus penyakit virus corona (Covid-19) yang kembali melonjak di Korea Selatan.

Pemerintah Korea Selatan melarang pertemuan besar, menutup tempat hiburan malam dan gereja, serta melarang adanya penonton pada ajang pertandingan olahraga. Kebijakan pembatasan ini diumumkan pada Sabtu (22/08/2020) guna memerangi penyebaran virus corona.

Hal tersebut tentunya memicu kecemasan akan risiko serangan virus corona gelombang kedua, tidak hanya di Korea Selatan tetapi juga di negara lainnya. Jika itu terjadi, resesi global kemungkinan akan berlangsung lama, sehingga bisa memperburuk sentimen pelaku pasar.

Perhatian utama pekan depan tertuju pada Simposium Jackson Hole di Wyoming Amerika Serikat. Pertemuan tahunan ini akan dihadiri oleh menteri ekonomi, bank sentral, akademisi, hingga praktisi dari berbagai negara di seluruh dunia.

Pernyataan dari orang-orang berpengaruh, seperti pimpinan bank sentral utama dunia akan menggerakkan pasar keuangan dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Corona Varian Lokal Indonesia, Awas IHSG Jeblok Lagi!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular