
Bad News! Rupiah Mata Uang Asia yang Tak Diminati Investor

Meski investor melihat suku bunga kemungkinan akan diturunkan lagi, tetapi BI saat mengumumkan kebijakan Rabu lalu justru memberikan sinyal tak lagi memangkas suku bunga.
Dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) tersebut, BI memutuskan mempertahankan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate 4%.
Dewan Gubernur BI yang dipimpin oleh Perry Warjiyo sebagai Gubernur menilai langkah tersebut masih konsisten untuk mendorong pemulihan ekonomi di masa pandemi penyakit virus corona (Covid-19).
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Agustus 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 4%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,75%."
"Keputusan ini konsisten dengan perlunya menjaga stabilitas eksternal, di tengah inflasi yang diprakirakan tetap rendah. Bank Indonesia menekankan pada jalur kuantitas melalui penyediaan likuiditas untuk mendorong pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19, termasuk dukungan Bank Indonesia kepada Pemerintah dalam mempercepat realisasi APBN tahun 2020," papar Perry dalam jumpa pers usai RDG edisi Agustus 2020, Rabu (19/8/2020).
Nyaris tidak ada perubahan kebijakan yang diumumkan BI. Gubernur Perry juga kembali menegaskan dalam kondisi saat ini pemulihan ekonomi lebih efektif melalui jalur kuantitas, yaitu bagaimana dari aspek likuiditas dan pendaan, seperti quantitative easing yang sudah dilakukan BI.
Rupiah berada dalam tren pelemahan sejak 9 Juni lalu, artinya sudah berlangsung dalam lebih dari 2 bulan, meski pelemahnya terbilang smooth. Salah satu penyebab rupiah terus melemah adalah pemangkasan suku bunga BI.
Pada pertengahan Juli lalu, BI memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4%.
Total di tahun ini, BI sudah memangkas suku bunga sebanyak 4 kali dengan total 100 bps. Tidak hanya memangkas suku bunga, BI juga memberikan banyak stimulus moneter, tujuannya, guna memacu perekonomian yang nyungsep.
Penurunan suku bunga oleh BI menjadi salah satu penyebab melempemnya rupiah. Sejak BI memangkas suku bunga acuan pada pertengahan Juli lalu hingga hari ini rupiah sudah melemah 1,85%. Sehingga jika suku bunga kembali dipangkas, ada risiko rupiah semakin tertekan. Kala suku bunga diturunkan, daya tarik investasi juga tentunya semakin meredup.
Tetapi dalam 2 edisi RDG, Gubernur Perry memberikan sinyal BI tidak akan lagi memangkas suku bunga, dengan menegaskan untuk kondisi saat ini pemulihan ekonomi lebih efektif melalui jalur kuantitas.
Ketika suku bunga tak lagi diturunkan, maka yield obligasi Indonesia masih relatif lebih tinggi, aliran modal bisa kembali ke dalam negeri dan jadi modal, bagi rupiah untuk kembali menguat ke depannya.
Pengumuman RDG tersebut dilakukan sehari sebelum hasil survei Reuters dirilis, sehingga ada kemungkinan investor belum memasukkannya dalam penilaian terhadap rupiah. Ada harapan dalam survei berikutnya, investor sudah tertarik lagi pada rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]