
AS-Zona Euro-Inggris Sah Resesi, yang Babak Belur Cuma Dolar

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) kembali lesu berhadapan dengan mata uang Eropa pada perdagangan Jumat (14/8/2020). Padahal AS, zona euro, dan Inggris sama-sama resmi mengalami resesi.
Melansir data Refinitiv, pada pukul 19:10 WIB, euro menguat tipis di level US$ 1,1815 di pasar spot, dan berada di dekat level tertinggi 2 tahun yang dicapai pekan lalu. Sementara itu, poundsterling menguat 0,26% melawan dolar AS ke US$ 1,3097, dan berada di dekat level terkuat dalam 4 bulan terakhir.
Dari Benua Biru, Eurostat hari ini merilis pembacaan kedua data produk domestik bruto (PDB) zona euro kuartal II-2020 yang mengalami kontraksi 15% year-on-year (YoY) sama dengan rilis pembacaan awal. Artinya zona euro sah mengalami resesi di kuartal II setelah di kuartal sebelumnya PDB juga berkontraksi 3,1% YoY.
Kontraksi di kuartal II-2020 juga yang paling dalam sepanjang sejarah zona euro. Meski demikian, euro tetap saja kuat melawan dolar AS, sebabnya blok 19 negara tersebut diprediksi akan unggul dalam pemulihan ekonomi ketimbang Amerika Serikat yang juga mengalami resesi.
PDB AS di kuartal II-2020 dilaporkan mengalami kontraksi 32,9% secara quarterly annualized atau kuartalan yang disetahunkan (dikali 4). Kontraksi tersebut menjadi yang paling parah sepanjang sejarah AS.
Di kuartal I-2020, perekonomiannya mengalami kontraksi 5% (quarterly annualized), sehingga sah mengalami resesi.
Sementara itu dari Inggris, kemarin Biro Statistik Inggris (Office for National Statistic/ONS) hari ini melaporkan produk domestic bruto (PDB) hari di kuartal II-2020 berkontraksi (tumbuh negatif) 20,4% quarter-to-quarter (QtQ). Kontraksi tersebut merupakan yang terdalam sejak 1955, berdasarkan laporan dari Trading Economics. Di kuartal sebelumnya ekonomi Inggris juga mengalami kontraksi 2,2% QtQ.
Sementara itu secara tahunan atau YoY PDB di kuartal II-2020 dilaporkan negatif 21,7%, sementara di kuartal I-2020 negatif 1,7% YoY. Dengan demikian, Inggris resmi mengalami resesi.
Meski demikian, 2 mata uang Eropa tetap saja terus melaju kencang yang membuat indeks dolar terus merosot. Dalam 2 hari terkahir indeks dolar AS yang kembali turun. Kemarin indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini melemah 0,11%, sementara pada hari Rabu minus 0,2%. Sementara hari ini, melemah 0,12% di 93,219, mendekati lagi level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir yang dicapai pekan lalu.
Pembahasan stimulus fiskal yang kembali macet di Kongres (Parlemen) AS, menjadi penyebab kembali melemahnya indeks dolar AS. Tanpa stimulus tambahan, pemulihan ekonomi AS tentunya akan berjalan lebih lambat.
"Dolar AS membutuhkan kabar positif dari pembahasan stimulus. Pasti akan ada kesepakatan, karena para politikus tidak mungkin kembali ke konstituen mereka dengan tangan hampa. Ketika itu terjadi, maka dolar AS akan punya momentum untuk menguat terhadap mata uang lain," jelas Masafumi Yamamoto, Chief Currency Strategist di Mizuho Securities yang berbasis di Tokyo, seperti dikutip dari Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Klaim Pengangguran AS Melonjak Lagi, Dolar Mulai Tertekan