
RAPBN 2021: Rupiah di Rp 14.600/US$, BI Stop Pangkas Bunga?

Merosotnya perekonomian akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19), membuat Bank Indonesia (BI) "turun tangan". Pada Kamis pertengahan Juli, BI memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4%.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Juli 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Youtube Resmi Bank Indonesia, Kamis (16/7/2020).
"Keputusan ini juga mendukung pemulihan ekonomi nasional dengan tetap menjaga terkendalinya inflasi dan stabilitas nilai tukar," kata Perry.
Total di tahun ini, BI sudah memangkas suku bunga sebanyak 4 kali dengan total 100 bps. Tidak hanya memangkas suku bunga, BI juga memberikan banyak stimulus moneter, tujuannya, guna memacu perekonomian yang nyungsep.
Rendahnya inflasi di Indonesia memberikan ruang bagi BI untuk memangkas 7-Day Reverse Repo Rate.
Pada Senin (3/8/2020), Badan Pusat Statistik mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Juli adalah -0,1% month-to-month (MtM) alias deflasi. Ini membuat inflasi tahun kalender (year-to-date/YtD) menjadi 0,98% dan inflasi tahunan (year-on-year/YoY) 1,54%.
Tetapi ruang tersebut sepertinya belum akan dimanfaatkan oleh BI. Selain melihat indikator perekonomian yang mulai membaik, jika suku bunga kembali dipangkas, imbal hasil (yield) obligasi tentunya akan semakin menurun. Indonesia bisa kehilangan daya tarik investasinya, aliran modal ke dalam negeri berisiko seret, pasokan valas berkurang pada akhirnya nilai tukar rupiah akan kembali terpukul.Dengan inflasi yang rendah tersebut, BI memiliki ruang untuk kembali memangkas suku bunga, sehingga perekonomian bisa lebih terpacu.
Tekanan bagi rupiah juga sudah terlihat satu bulan terakhir. Sejak BI memangkas suku bunga acuan pada pertengahan Juli lalu hingga hari ini rupiah sudah melemah 1,1%.
Gubernur Perry dalam konferensi pers sesuai menurunkan suku bunga, memberikan pernyataan yang berbeda ketika ditanya mengenai peluang suku bunga kembali di pangkas.
Dalam RDG sebelumnya Perry mengatakan masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga, tetapi pada bulan lalu ia menyebut tergantung dari data-data ekonomi.
"Bagaimana kebijakan suku bunga ke depan, akan kita lihat bagaimana pola pemulihan ekonomi dan dampaknya ke inflasi. Masa-masa pandemi Covid-19 kita harus sering cermati data terbaru untuk merespon suku bunga" kata Perry.
Selain itu, Perry menekankan dalam kondisi saat ini pemulihan ekonomi lebih efektif melalui jalur kuantitas, yaitu bagaimana dari aspek likuiditas dan pendaan, seperti quantitative easing yang sudah dilakukan BI.
Pernyataan tersebut memberikan gambaran BI mungkin tidak akan menurunkan suku bunga lagi.
Dengan asumsi makro pemerintah rupiah berada di kisaran Rp 14.600/US$ pada tahun depan, dan data-data ekonomi yang mulai menunjukkan perbaikan tentunya menjadi kabar menggembirakan bagi BI, sehingga suku bunga kemungkinan akan dipertahankan di level 4% di tahun depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]