
Ternyata Ini yang Jadi Penyebab Pasar Modal RI Kian Stabil

Jakarta, CNBC Indonesia- Menghadapi ketidakpastian dan dampak pandemi Covid-19, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengoptimalkan berbagai kebijakan untuk pemulihan ekonomi nasional melalui penguatan peran sektor jasa keuangan termasuk pasar modal.
Selain itu, demi menjaga stabilisasi dan menjaga sentimen pasar OJK mengeluarkan kebijakan buyback saham oleh emiten tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, diberlakukan juga batasan autorejection perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), kemudian pelarangan transaksi short selling. Tidak hanya itu, adapula kebijakan trading halt selama 30 menit jika IHSG turun 5%. Sejak IHSG sempat mencapai level terendahnya pada 24 Maret 2020 di level 3.937, pada 3 Agustus IHSG sudah kembali ke level 5.006,2.
"Kebijakan ini berhasil meredakan volatilitas pasar dan menarik investor asing sudah mulai masuk kembali ke pasar modal domestik. Trend IHSG bergerak naik dan stabil diatas 5.000," kata Wimboh belum lama ini.
Untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, OJK juga berkomitmen menjaga sentimen market positif khususnya di pasar modal. Sebelumnya Wimboh mengatakan pasar modal Indonesia mulai mendapatkan sentimen positif, seperti yang terjadi di negara lain.
Penguatan pasar modal didorong oleh investor domestik ritel net buy mencapai Rp 1,5 triliun dan Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 5,06 triliun. Meski dia mengakui IHSG sempat turun ke level 5.006 karena adanya rilis data deflasi, dan angka PDB Indonesia di kuartal II-2020 hal ini membuat investor masih wait and see.
"Sampai 28 Juli penghimpunan dana di pasar modal sebesar Rp 54,1 triliun, dengan 28 emiten baru. Kami sadar ada penurunan, dan harapan kami setelah ekonomi tumbuh otomatis perusahaan lebih banyak penghimpunan dana di pasar modal," kata Wimboh dalam konferensi pers Perkembangan Kebijakan Kondisi Terkini Sektor Jasa Keuangan, Selasa (4/8/2020).
OJK mencatat ada penurunan minat penghimpunan dana melalui penawaran umum, baik secara jumlah maupun nilai. Pada Juli 2019, total penawaran umum sebanyak 94 dengan nilai Rp 109,18 triliun, sementara pada Juli 2020 jumlah penawaran umum sebanyak 73 dengan nilai Rp 54,13 triliun.
Per 28 Juli 2020 OJK mencatat dana yang dihimpun melalui 28 perusahaan yang IPO senilai Rp 3,28 triliun, Penawaran Umum Terbatas senilai Rp 9,52 triliun, Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) EBUS Tahap I senilai Rp 12,79 triliun, dan PUB EPUB EBUS Tahap II senilai Rp 28,85 triliun.
"Di pasar modal tentunya akan banyak emiten baru, dan sampai saat ini beberapa emiten di pipeline. Tapi dengan pertumbuhan positif akan mempercepat realisasi emiten baru di pasar modal," kata Wimboh.
OJK juga mencatat nilai penawaran umum terbesar dilakukan oleh sektor keuangan sebesar 52,86%. Kemudian infrastruktur, utility, dan transportasi sebesar 19,05%, dan pertambangan sebesar 10,03%, kemudian industri dasar dan kimia 5,56%. Sementara penggunaan dana penawaran umum sebagian besar digunakan untuk modal kerja sebesar 55,85%, pembayaran utang 21,62%, dan ekspansi 14,25%, sisanya untuk biaya emisi berdasarkan prospektus, penyertaan, dan akuisisi.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Terancam Resesi, Ini Kekhawatiran Pelaku Pasar Modal