
Rupiah Start Apik, eh...Malah Finis Paling Buncit

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (6/8/2020) padahal di pembukaan perdagangan menunjukkan pergerakan yang meyakinkan.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di pasar spot dengan menguat 0,48% di Rp 14.450/US$. Tetapi kurang dari satu jam kemudian rupiah langsung melemah, dan tertahan di zona merah. Depresiasi rupiah terus membengkak hingga 0,55% di Rp 14.600/US$.
Di akhir perdagangan, pelemahan berhasil dipangkas, rupiah berada di level Rp 14.580/US$ atau melemah 0,41%.
Meski berhasil memangkas pelemahan, tetapi rupiah gagal memperbaiki posisinya di klasemen mata uang utama Asia. Rupiah berada diposisi paling buncit.
Tengah hari tadi, hanya rupiah dan baht Thailand yang mengalami pelemahan, tetapi sore ini, mayoritas masuk ke zona merah. Artinya dolar AS perlahan bangkit dari keterpurukan, meski kemungkinan besar akibat faktor teknikal.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:10 WIB.
Rupiah di awal perdagangan ini mendapat tenaga merespon rencana bantuan sosial (bansos) tunai yang akan diberikan pemerintah bagi para pekerja yang bergaji di bawah Rp 5 juta.
Hal ini masuk ke dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang disampaikan langsung Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Rabu (5/8/2020) sore setelah pasar dalam negeri tutup, sehingga baru direspon pagi ini.
"Ke depan langkah percepatan belanja dilakukan untuk lindungi masyarakat, meningkatkan kemampuan juga dalam menangani Covid-19," kata Sri Mulyani.
Dalam hal belanja, maka akan ada tambahan bansos [bantuan sosial] hingga Rp 30 triliun untuk 12 juta pelaku UMKM dan ultra mikro. Kemudian, tambahan bantuan pembelian beras juga untuk 10 juta orang dengan anggaran Rp 4,6 triliun.
"Bansos tunai juga ditambahkan Rp 500 ribu dengan anggaran Rp 5 triliun. Dan bansos juga untuk gaji yang mereka berpendapatan di bawah Rp 5 juta yang targetnya bisa ke 13 juta orang dan anggarannya kira-kira Rp 31 triliun," paparnya.
Adapun total anggarannya untuk belanja ini semua mencapai Rp 203 triliun. Diharapkan konsumsi masyarakat bisa pulih sehingga daya beli juga terjaga.
Pemberian bansos tunai tersebut diharapkan mampu mendongkrak belanja konsumen sehingga dapat membangkitkan perekonomian. Maklum saja, konsumsi rumah tangga merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, pada kuartal II-2020 lalu kontribusinya ke produk domestik bruto (PDB) sebesar 57,85%.
Konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi 5,51% year-on-year (YoY) di kuartal II lalu, yang akhirnya menjadikan PDB negatif, sehingga jika di kuartal III-2020 konsumsi rumah tangga tumbuh, peluang Indonesia lolos dari resesi semakin besar.
Sayangnya rupiah gagal mempertahankan momentum penguatan dan malah masuk ke zona merah. Pelaku pasar sepertinya kembali melihat risiko resesi yang akan dialami Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani kemarin mengatakan masih ada kemungkinan perekonomian Indonesia di kuartal III-2020 tumbuh negatif, artinya Indonesia berisiko mengalami resesi.
Untuk diketahui, suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB tumbuh negatif 2 kuartal beruntun secara YoY, sementara jika negatif 2 kuartal beruntun secara QtQ disebut sebagai resesi teknikal.
Pintu gerbang Indonesia menuju resesi telah terbuka. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan angka output perekonomian atau produk domestik bruto (PDB) Indonesia periode kuartal II-2020. Seperti yang sudah diduga, terjadi kontraksi alias pertumbuhan negatif.
Kepala BPS, Suhariyanto, menyebutkan PDB Indonesia periode April-Juni 2020 terkontraksi -5,32% dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau YoY.
"Terjadi kontraksi dalam, PDB Q1 kita sudah turun dalam meski year-on-year masih positif. Dan PDB kuartal II kontraksi negatif 5,32% (year-on-year)," kata Suhariyanto.
PDB tersebut merupakan yang terburuk sejak kuartal I-1999.
Sementara dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/QtQ), PDB kuartal II-2020 ini mengalami kontraksi -4,19%.
Kontraksi yang cukup dalam di kuartal II dikatakan memperbesar risiko terjadinya resesi. Menurut Sri Mulyani, sektor-sektor penopang perekonomian yang pada kuartal II ini ikut terkontraksi dalam akan sulit pulih dengan mudah. Oleh karenanya, jika upaya pemerintah tidak maksimal maka Indonesia bisa masuk ke jurang resesi.
"Memang probabilitas negatif (di kuartal III) masih ada karena penurunan sektor tidak bisa secara cepat pulih," ujarnya melalui konferensi pers virtual, Rabu (5/8/2020).
Jika di kuartal III nanti pertumbuhan ekonomi negatif lagi, maka Indonesia sah mengalami resesi.
Sri Mulyani juga menekankan pemerintah akan melakukan berbagai upaya dan kebijakan bersama dengan Bank Indonesia, serta Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan agar bisa mendorong perekonomian.
Kemungkinan terjadinya resesi di Indonesia memang cukup besar, sebab Kamis (30/7/3030) Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan kembali memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. selama 2 pekan hingga 13 Agustus mendatang.
PSSB transisi yang terus diperpanjang tersebut berisiko membuat pemulihan ekonomi Indonesia berjalan lebih lambat dan lama. Dengan perpanjangan tersebut artinya separuh kuartal III-2020 masih terjadi PSBB transisi, maka ada risiko pertumbuhan ekonomi minus, seperti yang diramal oleh Bank Dunia dalam laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020, dengan judul The Long Road to Recovery.
Lembaga yang berkantor pusat di Washington DC (Amerika Serikat) itu memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias 0%. Namun Bank Dunia punya skenario kedua, yaitu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam dan pembatasan sosial (social distancing) domestik lebih ketat.
"Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya," tulis laporan Bank Dunia
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
