
Tambah Modal, Bank Harda Cari Suntikan Dana Rp 1 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Manajemen PT Bank Harda International Tbk (BBHI) mengungkapkan masih dalam penjajakan dengan beberapa investor strategis yang siap menyuntikkan modal kepada perusahaan pada tahun ini.
Suntikan modal ini dibutuhkan bagi perusahaan untuk naik kelas, sekaligus mengikuti kewajiban aturan modal inti minimum dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Direktur Bank Harda Harry Abbas mengatakan suntikan modal itu dibutuhkan setidaknya mencapai Rp 1 triliun, mengingat modal inti perusahaan saat ini berkisar sebesar Rp 300 miliar.
Suntikan modal tersebut nantinya bisa dalam bentuk penambahan modal dengan penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue, dan bisa juga dengan penempatan langsung atau private placement (Non-HMETD, tanpa hak memesan efek terlebih dahulu).
"Total mesti Rp 1 triliun, sekarang modal inti sekitar Rp 300 miliar. Ini juga ada aturan OJK soal konsolidasi," katanya kepada CNBC Indonesia, Kamis (6/8/2020).
"Aturan OJK menyebutkan modal inti bank di tahun 2020 harus Rp 1 triliun, tahun 2021 harus Rp 2 triliun, dan tahun 2020 harus Rp 3 triliun," tegasnya.
Otoritas Jasa Keuangan melalui POJK Nomor 12/2020 tentang Peningkatan Modal Inti Minimum Bank Umum telah mendorong perbankan baik konvensional maupun syariah untuk meningkatkan modal inti menjadi minimal Rp 3 triliun pada 2022 dengan tujuan untuk memperkuat daya saing perbankan sehingga bisa melayani nasabah dengan baik.
Rencana penambahan modal Bank Harda ini ditargetkan terealisasi pada tahun ini, tapi pihaknya belum bisa memberikan informasi terkait dengan calon investor strategis.
Per Juni 2020, pemegang saham perusahaan adalah PT Hakimputra Perkasa sebesar 73,71% dan Kwee Sinto 3,79%, sisanya investor publik 22,50%. Hakimputra dan Kwee Sinto adalah pemegang saham akhir perusahaan.
Harry menegaskan, kedua pemegang saham perusahaan masih tetap ingin memegang saham Bank Harda. "Rencana tahun ini, mereka rencana masih mau [PT Hakimputra dan Kwee Sinto]," katanya.
Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Harry bersama dengan Direktur Bank Harda, Yohanes Sutanto mengatakan saat ini pihaknya memang dalam tahap penjajakan dengan beberapa investor strategis, kendati belum bisa diungkapkan siapa calon investor tersebut.
"Dalam waktu dekat ini, perseroan akan mengadakan preliminary meeting dengan para investor strategis tersebut," kata mereka.
Pada semester I-2020, modal inti Bank Harda turun menjadi Rp 272,03 miliar, dari Juni 2019 yakni Rp 297,33 miliar. Artinya butuh setidaknya minimal Rp 703 miliar agar Bank Harda masuk dalam kelompok Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) II yang memiliki modal inti antara Rp1 triliun hingga Rp 5 triliun.
Aset Bank Harda per Juni 2020 sebesar Rp 2,20 triliun, turun dari Desember 2019 yakni Rp Rp 2,53 triliun. Pendapatan bunga bersih pada Juni 2020 yakni Rp 29,58 militar, turun dari periode yang sama tahun lalu Rp 49,12 miliar. Laba bersih melesat menjadi Rp 32,86 miliar pada Juni 2020, dari sebelumnya hanya Rp 9,27 miliar di Juni 2019.
Bank Harda Internasional didirikan dengan nama PT Bank Arta Griya pada 21 Oktober 1992 dan pada 2015 melakukan Penawaran Saham Perdana (IPO) kepada masyarakat sebanyak 800.000.000 saham.
Pekan ini, Bank Harda sempat diterpa rumor tak sedap soal praktik perbankan ilegal, tapi manajemen perseroan memastikan, produk bank ilegal yang disebut yakni forward trade confirmation (FTC) bukan produk yang diterbitkan perseroan. Produk ini dipasarkan ke nasabah Bank Harda dengan iming-iming bunga tinggi.
"Bank Harda tidak pernah menerbitkan produk FTC untuk para nasabah," tulis Yohanes dan Harry.
Bank Harda menyatakan sebagai bank umum konvensional yang beroperasi di bawah regulasi Bank Indonesia, terdaftar dan diawasi oleh OJK dan dijamin oleh Lembaga Benjamin Simpanan (LPS.
Terkait karyawan Bank Harda yang ikut menawarkan FTC tersebut, sebagaimana dinyatakan dalam temuan OJK, maka perseroan telah mengambil tindakan terhadap karyawan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Saham Bank Harda pada penutupan perdagangan Kamis, melesat 17,21% di level Rp 143/saham dengan kapitalisasi pasar Rp 598,37 miliar. Dalam 3 bulan terakhir, saham BBHI meroket hingga 120%.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saham Bank Harda Terus Jatuh, Ada Rumor Apa Nih?