
RI Resesi Teknikal, Masih Bisa Gak Borong Saham Saat Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Indonesia mengalami tekanan di kuartal kedua tahun ini seperti prediksi sebelumnya. Aktivitas perekonomian yang terhambat karena kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), menyebabkan laju perekonomian tersendat.
Badan Pusat Statistik, Rabu kemarin (5/8/2020) mengumumkan, ekonomi Indonesia minus 5,32% pada kuartal kedua 2020, berkebalikan dengan kuartal pertama yang masih tumbuh positif di level 2,97%.
Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia semester I-2020 dibandingkan dengan semester I-2019 terkontraksi 1,26%.
![]() BPS 5 Agustus 2020 |
Di luar perkiraan, pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang kuartal kedua ini juga melampaui konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan ekonomi Indonesia akan terkontraksi -4,53% secara tahunan dan -2,89% secara kuartalan.
Merespons data perekonomian yang suram akibat pandemi ini, yang juga dialami sejumlah negara lain di dunia, turut jadi kecemasan para pelaku pasar.
Mereka menyebut, kinerja kuartal kedua menjadi kuartal yang terburuk di tahun ini di tengah masih belum pastinya kapan pandemi akan mereda.
Head of Research PT Samuel Sekuritas Indonesia, Suria Dharma sudah memperkirakan, PDB Indonesia akan terkontraksi di atas 5%.
Hal ini juga sudah diperkirakan para pelaku pasar sebelumnya sudah melihat dari tren sejumlah negara yang sudah lebih dulu terkonfirmasi resesi seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Korea Selatan, Hong Kong dan Singapura.
Secara teknikal, ekonomi Indonesia sudah mengalami penurunan dua kuartal berturut-turut, namun, pada kuartal pertama masih tumbuh positif 2,97%
"Perkiraan PDB minus 5 persen sudah diperkirakan sebelumnya. Ini lebih bagus, meski lebih rendah dari prediksi pemerintah," katanya saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (5/8/2020).
Menghadapi kecemasan ini, lantas bagaimana seharusnya investor menempatkan dana investasinya, apakah masih aman di instrumen berisiko seperti saham?
Kepala Riset PT Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy berpendapat, saat ini, investor bisa melakukan akumulasi beli untuk saham-saham yang masih memiliki peluang tetap tumbuh seperti di sektor telekomunikasi dan perbankan.
"Investor bisa mulai akumulasi saham-saham yang sudah terdiskon seperti sektor perbankan BMRI, BBNI dan telekomunikasi TLKM," ujarnya.
Dia menuturkan, rendahnya PDB kuartal dua dapat menjadi momentum bagi pemulihan pertumbuhan yang lebih tinggi di kuartal tiga dan empat setelah pemerintah membuka kembali aktivitas perekonomian dan melonggarkan pembatasan sosial.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada perdagangan Rabu kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 1,03% ke level 5.127,05. Secara umum, nilai transaksi bursa mencapai Rp 9,3 triliun. Sebanyak 241 saham menguat, 173 melemah, dan 161 lainnya flat.
Saham yang paling banyak dilego asing kemarin adalah PT H M Sampoerna Tbk (HMSP) dengan jual bersih sebesar Rp 58 miliar dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang mencatatkan net sell sebesar Rp 111 miliar.
Sementara itu saham yang paling banyak dikoleksi asing adalah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dengan beli bersih sebesar Rp 105 miliar dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang mencatatkan net buy sebesar Rp 25 miliar.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article PDB RI Nyungsep, IHSG Berkibar! Kok Bisa?
