Lesu di Awal Pekan, Rupiah Jadi Terburuk di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 August 2020 15:45
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan awal pekan ini, Senin (3/8/2020), bahkan menjadi yang terburuk di Asia. Virus corona lagi-lagi membuat rupiah lesu pada perdagangan hari ini.

Melansir data Refiniitiv, rupiah membuka perdagangan hari ini dengan stagnan di level Rp 14.530/US$, tetapi tidak lama langsung masuk ke zona merah. Pelemahan rupiah semakin membengkak hingga 0,28% ke level Rp 14.570/US$.

Posisi rupiah membaik di penutupan perdagangan, berada di level Rp 14.560/US$ melemah 0,21% di pasar spot. Akibat pelemahan tersebut, rupiah menjadi mata uang terburuk Asia. Mata uang utama Asia bergerak bervariasi pada hari ini, hingga pukul 15:14 WIB, ringgit Malaysia menjadi mata uang terbaik dengan penguatan 0,21%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hari ini.

Tren penambahan kasus penyakit virus corona (Covid-19) di Indonesia masih terus menanjak. Di ibu kota negara, DKI Jakarta, juga masih tinggi, bahkan muncul cluster baru, yakni wilayah perkantoran.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan akhirnya kembali memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi pada Kamis pekan lalu. PSBB transisi diperpanjang selama 2 pekan hingga 13 Agustus mendatang.

PSSB transisi yang terus diperpanjang tersebut berisiko membuat pemulihan ekonomi Indonesia berjalan lebih lambat dan lama. Dengan perpanjangan tersebut artinya separuh kuartal III-2020 masih terjadi PSBB transisi, maka ada risiko pertumbuhan ekonomi minus, seperti yang diramal oleh Bank Dunia.

Maklum saja, DKI Jakarta berkontribusi sebesar 29% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional di tahun 2019.

Bank Dunia merilis laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020. Laporan itu diberi judul The Long Road to Recovery.

Lembaga yang berkantor pusat di Washington DC (Amerika Serikat) itu memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias 0%. Namun Bank Dunia punya skenario kedua, yaitu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam dan pembatasan sosial (social distancing) domestik lebih ketat.

"Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya," tulis laporan Bank Dunia. 

Tidak hanya di dalam negeri, Australia yang sebelumnya sukses meredam penyebaran virus corona kini mengalami serangan gelombang kedua, khususnya di Negara Bagian Victoria.

Pada pertengahan Juni lalu, jumlah kasus di Australia bertambah hanya belasan, bahkan sempat 0 kasus pada 10 Juni lalu, berdasarkan data CEIC.

Belakangan ini, jumlah kasusnya terus menanjak Victoria, hingga mendeklarasikan "state of disaster" atau keadaan bencana hari Minggu kemarin.

Jumlah kasus di Australia saat ini mencapai 17.923 orang, tetapi di bulan Juli saja, total jumlah kasus di Australia sebanyak 8.985 orang, atau 2 kali lipat dari jumlah sebelumnya.

Kemudian dari Filipina, Presiden Rodrigo Duterte memutuskan untuk kembali menerapkan lockdown di Manila Raya dan provinsi-provinsi di sekitarnya seperti Laguna, Cavite, Rizal, dan Bulacan. Ini dilakukan karena terjadi lonjakan kasus Covid-19. Kini, jumlah pasien positif corona di Filipina sudah lebih dari 100.000 orang dan wilayah Manila menjadi zona merah.

Penyebaran virus corona tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk yang akhirnya membuat rupiah terpuruk hingga pertengahan perdagangan hari ini.

Data yang menunjukkan tanda-tanda kebangkitan ekonomi dalam negeri bahkan belum sanggup mendongkrak rupiah hari ini.

Aktivitas manufaktur Indonesia dicerminkan dalam Purchasing Managers' Index (PMI) berada di 46,9 pada Juli. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 39,1. Angka Juli merupakan yang tertinggi sejak Februari.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 menunjukkan kontraksi, sementara di atasnya berarti ekspansi.

Meski PMI manufaktur di Indonesia masih berkontraksi, tetapi sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitan.

Tetapi sekali lagi, tren penambahan kasus Covid-19 dikatakan membuat pemulihan sektor manufaktur tidak akan berjalan mulus.

"Data PMI terbaru menunjukkan bahwa perlambatan sektor manufaktur terus berkurang. Ada harapan dampak terburuk dari pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) adalah pada kuartal II-2020 yang sudah berlalu.

"Output produksi, pemesanan, hingga penyerapan tenaga kerja mulai meningkat seiring relaksasi kebijakan penanggulangan virus corona. Dunia usaha juga optimistis terhadap prospek produksi ke depan.

"Akan tetapi, pemulihan tidak akan berjalan mulus. Meningkatkan kebutuhan untuk pembatasan sosial (social distancing) di tempat kerja karena lonjakan kasus corona akhir-akhir ini bisa membuat proses pemulihan menjadi tertunda," papar Bernard Aw, Principal Economist di IHS Markit, seperti dikutip dari siaran tertulis, Senin (3/8/2020).

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Indonesia pada Juli 2020 masih rendah. Bahkan inflasi tahun kalender sepanjang 2020 belum menyentuh 1%.

Pada Senin (3/8/2020), BPS mengumumkan inflasi pada Juli adalah -0,1% month-to-month (MtM) alias deflasi. Ini membuat inflasi tahun kalender (year-to-date/YtD) menjadi 0,98% dan inflasi tahunan (year-on-year/YoY) 1,54%.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi bulanan berada di 0,065%. Sementara inflasi tahunan diperkirakan 1,72% dan inflasi inti tahunan di 2,115%.

Sementara itu inflasi inti pada Juli adalah 2,07% YoY. Ini menjadi yang terendah setidaknya sejak 2009.

"Inflasi inti menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu. Inflasi inti masih lemah, ini menunjukkan bahwa kita harus berupaya meningkatkan daya beli masyarakat," tegas Suhariyanto, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), dalam jumpa pers hari ini.

Rendahnya daya beli masyarakat tersebut tentunya akan menekan konsumsi rumah tangga yang merupakan kontributor terbesar PDB.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular