
Awas! Euro Jadi Mata Uang Kebal Resesi, Bisa Menguat "Brutal"

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar euro akhirnya tumbang melawan dolar Amerika Serikat (AS) tetapi masih menguat berhadapan dengan rupiah pada perdagangan Senin (1/8/2020).
Pelemahan euro sebesarnya sudah terjadi sejak Jumat pekan lalu, tetapi alasannya adalah aksi ambil untung (profit taking). Di sisi lain, dolar AS sedang tidak dalam kondisi bagus, sehingga ke depannya euro diprediksi bisa menguat secara "brutal".
Pada pukul 14:09 WIB, euro melemah 0,19% melawan dolar AS di US$ 1,1753 di pasar spot melansir data Refinitiv. Di saat yang sama, mata uang 19 negara ini menguat 0,08% melawan rupiah di Rp 1.124,12/EU.
Pada Jumat pekan lalu, euro melesat naik melawan dolar ke US$ 1.1908 yang merupakan level tertinggi dalam lebih dari 2 tahun terakhir, tepatnya sejak Mei 2018. Euro mencapai level tersebut setelah data menunjukkan zona euro resmi mengalami resesi.
Tetapi setelah mencapai level tersebut, euro langsung berbalik turun akibat profit taking. Maklum saja, posisi euro sudah tinggi, dan sepanjang Juli hingga di level tertinggi tersebut menguat lebih dari 6%. Pelaku pasar tentunya tergiur untuk mencairkan cuan, sehingga kurs euro akhirnya melemah.
Zona Euro Jumat pekan lalu sah mengalami resesi. Produk domestik bruto (PDB) blok 19 negara tersebut terkontraksi (tumbuh minus) 12,1% quarter-to-quarter (QtQ) di kuartal II-2020, menjadi yang terdalam sejak pencatatan dimulai pada tahun 1995. Di kuartal I-2020 lalu, PDB zona euro juga juga minus 3,6% QtQ.
Sementara jika dilihat secara tahunan atau year-on-year (YoY) PDB di kuartal II-2020 minus 15% dan di kuartal I-2020 terkontraksi 3,1%. Sehingga zona euro resmi mengalami resesi.
Negara-negara raksasa ekonomi Eropa juga berguguran. Jerman yang pertama melaporkan data PDB di pekan ini. Kamis kemarin Negeri Panser melaporkan PDB kuartal II-2020 dilaporkan -11,7% YoY, sementara di kuartal sebelumnya -2,3 YoY. Motor penggerak ekonomi Eropa ini pun sah mengalami resesi.
Prancis menyusul hari ini, PDB mengalami kontraksi 5% YoY, sementara di kuartal I-2020 masih tumbuh 0,9%. Tetapi, jika melihat QtQ, PDB Prancis sudah berkontraksi dalam 3 kuartal beruntun, sehingga dikatakan mengalami resesi teknikal.
Korban virus corona berikutnya Spanyol, PDB dilaporkan berkontraksi 18,2% QtQ di kuartal II-2020, sementara di kuartal sebelumnya minus 5,2%. Secara tahunan, PDB Negeri Matador berkontraksi 22,1% YoY pada periode April-Juni. Sementara pada periode Januari-Maret PBD minus 4,1% YoY.
Kontraksi ekonomi 2 kuartal beruntun tersebut menjadi pengesahan resesi. Resesi Spanyol saat ini merupakan yang terdalam sepanjang sejarah.
Selanjutnya Italia, negara dengan nilai perekonomian terbesar di zona euro ini mengalami kontraksi ekonomi 12,4% QtQ, di kuartal II-2020. Italia bahkan sudah mengalami kontraksi dalam tiga kuartal beruntun, alias PDB minus sejak kuartal IV-2019.
Sementara secara YoY, PDB di kuartal II-2020 minus 17,3%, sementara di kuartal sebelumnya -5,5% YoY. Dengan kontraksi ekonomi 2 kuartal beruntun secera YoY, Negeri Pizza resmi mengalami resesi.
Secara kuartalan, PDB mengalami kontraksi 10,1% dari kuartal I-2020. Kemerosotan tersebut menjadi yang terdalam sejak 1970.
Resesi yang terjadi di Eropa sebenarnya sudah diantisipasi sejak negara-negara di Benua Biru menerapkan kebijakan lockdown guna meredam penyebaran virus corona. Pemicu penguatan euro belakangan ini adalah stimulus yang digelontorkan oleh Pemerintah Eropa serta bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB), serta kasus penyakit virus corona (Covid-19) yang berhasil diredam.
Eropa diprediksi akan lebih cepat pulih ketimbang Amerika Serikat, sehingga kurs euro pun berjaya.
Selain itu, Amerika Serikat akan menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden pada bulan November nanti, sehingga masih banyak ketidakpastian yang menyelimuti negeri Paman Sam. Mike Dolar, editor market dan keuangan Reuters News menurut pandangan pribadinya memprediksi euro akan menguat secara "brutal" melawan dolar AS.
Ketika euro menguat melawan dolar AS, rupiah tentunya berisiko tertekan. Untuk diketahui euro mencapai rekor tertinggi sepanjang masa Rp 18.163/EUR pada 30 Maret lalu, sehingga ada risiko euro bisa mencapai level tersebut atau bahkan lebih tinggi. Apalagi jika melihat tren kasus Covid-19 di Indonesia yang masih menanjak, serta adanya ancaman resesi di kuartal III-2020 nanti.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jadi Korban Keganasan Dolar AS, Euro Anjlok 2% Lebih