
Awal Pekan, Rupiah Sudah Babak Belur & Terburuk di Asia

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Senin (20/7/2020). Tekanan dari eksternal dikatakan menjadi penyebab pelemahan rupiah, tetapi dari dalam negeri juga tak kalah besar.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di level Rp 14.620/US$. Dalam waktu kurang dari 1 jam Mata Uang Garuda ambrol 1,44% ke Rp 14.830/US$.
Di penutupan perdagangan, rupiah berhasil memangkas pelemahan menjadi 0,62% ke Rp 14.710/US$ di pasar spot.
Meski posisi rupiah membaik, tetapi tetap menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia hari ini. Mayoritas mata uang utama Benua Kuning memang melemah, tetapi tak ada yang lebih besar dari depresiasi rupiah setidaknya hingga pukul 15:06 WIB.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menilai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tak lepas dari sentimen global. Hal itu dikatakan Destry saat menjadi pembicara dalam seminar yang digelar Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (20/7/2020).
"Memang kalau diperhatikan belakangan ini nilai tukar bukan hanya di Indonesia tapi emerging market juga terus mengalami tekanan," ujar Destry.
Menurut dia, hal itu tak lepas dari analisis-analisis terkini terkait kondisi perekonomian global.
"Bahwa kondisinya (resesi) akan lebih deeper (dalam) dan longer (lama) sehingga terjadilah risk off. Jadi mereka menjauhi kembali instrumen-instrumen ataupun market yang mereka anggap akan membuat risiko tinggi," kata Destry.
Jepang bisa menjadi contoh resesi yang dalam dan pajang yang akan dialami. Negara dengan nilai perekonomian terbesar ketiga di dunia tersebut sudah mengalami resesi pada kuartal I-2020, dan akan makin dalam pada periode April-Juni.
Produk domestik bruto (PDB) Jepang dilaporkan minus 1,7% year-on-year (YoY), setelah minus 0,7% YoY pada kuartal IV 2019. Jepang menjadi negara maju pertama yang mengalami resesi di tahun ini.
Resesi di Jepang masih akan berlanjut di kuartal II-2020, bahkan diprediksi menjadi yang terburuk dalam satu dekade terakhir. Tanda-tandanya yakni ekspor yang terus merosot.
Data yang dirilis Kementerian Keuangan Jepang hari ini menunjukkan ekspor di bulan Juni ambrol 26,2% year-on-year (YoY), lebih besar dari hasil disurvei Reuters terhadap para ekonom yang memprediksi penurunan 24,9%. Penurunan tersebut melanjutkan kinerja negatif bulan Mei yang ambrol 28,3% year-on-year, menjadi yang terburuk sejak September 2009.
Hasil polling Reuters juga menunjukkan perekonomian Jepang diramal akan berkontraksi 5,3% di tahun fiskal 2020, dan akan menjadi yang terburuk sejak tahun 1994.
Selain dari eksternal, Indonesia yang menghadapi risiko resesi juga memberikan tekanan bagi rupiah. Kali terakhir Indonesia mengalami resesi pada tahun 1998 saat terjadi krisis moneter. Sementara saat krisis finansial global 2008, Indonesia masih mampu lepas dari resesi.
