
Makin Mahal! Kurs Dolar Australia Melesat Naik 1,2%

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia melesat naik melawan rupiah pada perdagangan Senin (20/7/2020) hingga menyentuh level tertinggi dalam lebih dari 1,5 tahun terakhir. Mata uang Negeri Kanguru bahkan masih bisa melaju kencang meski kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) di Australia terus menunjukkan peningkatan.
Melansir data Refinitiv, dolar Australia pagi tadi melesat 1,2% ke Rp 10.349,86/AU$ yang merupakan level tertinggi sejak Desember 2018. Posisi dolar Australia sedikit terpangkas, pada pukul 11:15 WIB berada di level Rp 10.291,47/AU$, atau menguat 0,63% di pasar spot.
Australia kini benar-benar menghadapi serangan virus corona gelombang kedua. Jumlah kasus baru per harinya kini mencapai 3 digit. Bahkan pada hari Jumat lalu jumlah kasus baru tercatat sebanyak 425 kasus, menjadi penambahan kasus terbanyak sejak 27 Maret.
Sementara itu, Minggu kemarin jumlah kasus baru dilaporkan sebanyak 361 kasus, Negara Bagian Victoria tetap menjadi hotspot baru penyebaran virus corona, dengan jumlah kasus 343 orang, sisanya dilaporkan berada di New South Wales.
Akibat peningkatan kasus tersebut, kota Melbourne di Negara Bagian Victoria dikarantina (lockdown) sejak 9 Juli lalu. Sebanyak 5 juta warga Melbourne dilarang meninggalkan rumah selama 6 pekan, kecuali karena alasan penting. Meski lockdown sudah dilakukan, nyatanya kasus Covid-19 masih terus menanjak di Victoria.
Total kasus Covid-19 di Australia kini mencapai 11.907 orang, dengan 123 meninggal dunia dan 8.272 sembuh.
Dengan kondisi tersebut, dolar Australia masih tetap perkasa melawan rupiah. Sebabnya, rupiah yang sedang tertekan akibat risiko terjadi resesi di Indonesia.
Pada Kamis (16/7/2020) Bank Dunia merilis laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020. Laporan itu diberi judul The Long Road to Recovery.
Lembaga yang berkantor pusat di Washington DC (Amerika Serikat) itu memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias 0%. Namun Bank Dunia punya skenario kedua, yaitu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam dan pembatasan sosial (social distancing) domestik lebih ketat.
"Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya," tulis laporan Bank Dunia
Di saat yang sama pada sore hari, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memperpanjang pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi selama 14 hari, akibat penyebaran kasus penyakit virus corona yang masih cukup tinggi. PSSB transisi yang terus diperpanjang tersebut berisiko membuat pemulihan ekonomi Indonesia berjalan lebih lambat dan lama.
Juli merupakan awal kuartal III-2020, jika PSBB transisi terus berlanjut, artinya masih belum semua sektor ekonomi yang dibuka, maka ada risiko pertumbuhan ekonomi minus, seperti yang diramal oleh Bank Dunia. Maklum saja, DKI Jakarta berkontribusi sebesar 29% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional di tahun 2019.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya memperkirakan ekonomi April-Juni akan terkontraksi dalam kisaran -3,5% hingga -5,1%.
Sementara PDB kuartal III-2020 diramal di kisaran -1% sampai 1,2%. Itu artinya memang ada risiko Indonesia mengalami resesi di kuartal III-2020 nanti. Rupiah pun mengalami tekanan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
