Lockdown Ngetren Lagi, Rupiah Lemah Lagi

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 July 2020 09:25
Ilustrasi Dollar Rupiah
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Seperti biasa, pelaku pasar cemas gara-gara penyebaran virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Pada Jumat (17/7/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.560 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya alias stagnan.

Namun tidak butuh waktu lama bagi rupiah untuk melemah. Pada pukul 09:05 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.580 di mana rupiah melemah 0,14%.

Hawa depresiasi rupiah sudah terasa sejak pasar spot belum dibuka. Rupiah sudah terlebih dulu terdepresiasi di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF).

Apa boleh buat, investor memang sedang ogah 'bermain api' dengan aset-aset berisiko. Sikap risk off ini terlihat di pasar saham New York, di mana dini hari tadi waktu Indonesia indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) terpangkas 0,5%, S&P 500 turun 0,34%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,73%.

Hal yang menjadi kekhawatiran investor apa lagi kalau bukan pandemi virus corona. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan jumlah pasien positif corona di seluruh dunia per 16 Juli 2020 adalah 13.378.853 orang. Bertambah 226.181 orang (1,74%) dibandingkan posisi sehari sebelumnya.

Dalam empat hari terakhir, sejatinya penambahan kasus corona di kolong langit menunjukkan perlambatan. Namun kemarin kumat lagi, tambahan kasus kembali lebih dari 200.000 dalam sehari.

Gara-gara virus corona yang kembali menggila, kebijakan pembatasan sosial (social distancing) kembali diketatkan di sejumlah negara, meski dalam skala yang lebih terbatas. Pembatasan aktivitas publik hanya dilakukan di daerah tertentu, bukan di penjuru negeri.

Misalnya di Spanyol. Wilayah Otonomi Galicia dan Catalonia kembali menerapkan karantina wilayah (lockdown) setelah terjadi lonjakan kasus. Kebijakan ini sudah mendapat lampu hijau dari Madrid.

"Social distancing dan lockdown adalah kunci untuk meratakan kurva kasus. Sekarang kebijakan itu dibutuhkan lagi untuk mencegah penyebaran," tegas Salvador Illa, Menteri Kesehatan Spanyol, sebagaimana diwartakan Reuters.

Kemudian di AS, negara dengan kasus corona terbanyak se-dunia, beberapa wilayah juga kembali mengetatkan social distancing. Teranyar adalah Negara Bagian California, yang pekan ini kembali melarang restoran, bar, pusat kebugaran, dan perkantoran non-esensial untuk beroperasi.

Situasi di Negeri Paman Sam memang mengkhawatirkan. Per 16 Juli, jumlah pasien positif corona adalah 3.483.832 orang. Bertambah 67.404 orang (1,97%) dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Tambahan pasien baru 67.404 dalam sehari adalah rekor tertinggi sejak AS mencatatkan kasus perdana pada 21 Januari. Sementara laju pertumbuhan 1,97% adalah yang tertinggi sejak 11 Juli. Bukannya melandai, kurva kasus corona di Negeri Adikuasa malah naik-naik ke puncak gunung.

Melihat perkembangan ini, nyali investor ciut. Sangat wajar dan dapat dimaklumi jika pelaku pasar memilih bermain aman, salah satunya dengan menggenggam dolar AS. "Dolar AS adalah safe haven (aset aman) yang bagus di tengah kekhawatiran kembalinya tren lockdown," ujar Minori Uchida, Head of Global Market Research MUFG Bank, seperti dikutip dari Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular