China hari ini akan merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 dan akan memberikan gambaran sejauh apa kebangkitan ekonomi Negeri Tiongkok pascadihantam pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Data tersebut akan mempengaruhi pergerakan pasar hari ini, Kamis (16/7/2020), dan akan dibahas pada halaman 3.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin melemah tipis 0,07% ke 5.075,798. Padahal di awal perdagangan sempat menguat 0,74%.
Saham yang paling banyak dilego asing hari ini adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dengan jual bersih sebesar Rp 56 miliar dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang mencatatkan net sell sebesar Rp 239 miliar.
Sementara itu saham yang paling banyak dikoleksi asing hari ini adalah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dengan beli bersih sebesar Rp 20 miliar dan PT Aces Hardware Indonesia Tbk (ACES) yang mencatatkan net buy sebesar Rp 13 miliar.
Dari pasar obligasi, harga Surat Utang Negara (SUN) menguat, yang terlihat dari penurunan imbal hasil atau yield.
Sementara itu rupiah melemah tajam kemarin, bahkan sempat menyentuh Rp 14.600/US$. Untuk pertama kalinya rupiah menyentuh tersebut sejak 29 Mei lalu.
Rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di level Rp 14.575/US$, melemah 1,39% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneter hari ini membuat rupiah tertekan. Kenapa itu bisa terjadi akan dibahas pada halaman 4.
Risiko memanasnya hubungan AS-China terjadi setelah Presiden AS Donald Trump, pada Selasa waktu setempat (Rabu dini hari waktu Indonesia) menandatangani undang-undang yang memberikan sanksi ke China karena melakukan intervensi otonomi Hong Kong.
Trump juga menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) yang menghentikan perlakukan khusus yang selama ini diterima Hong Kong.
"Hong Kong kini akan diperlakukan sama seperti China. Tidak ada keistimewaan, tidak ada perlakukan ekonomi khusus, dan tidak ada transfer teknologi. Sebagai tambahan, seperti yang ada tahu, kita akan mengenakan bea importasi (ke Hong Kong) dan sudah mengenakan bea importasi yang besar ke China" kata Trump, sebagaimana dilansir CNBC International.
Memanasnya hubungan AS-China adalah kabar buruk di tengah situasi ekonomi yang sangat buruk akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).
Sebelumnya Presiden Trump juga mengatakan saat ini ia tidak berfokus pada peluang terjadinya kesepakatan dagang fase II dengan China. Trump menambahkan hubungan dengan China sudah "sangat rusak" akibat pandemi Covid-19.
Bursa saham AS (Wall Street) menguat pada perdagangan Rabu, indeks Dow Jones sukses mencatat penguatan 4 hari beruntun. Perkembangan vaksin virus corona menjadi pemicu penguatan kiblat bursa saham dunia ini.
Indeks Dow Jones menguat 0,85% ke 25.870,1, S&P 500 naik 0,91% ke 3.226,56, dan Nasdaq bertambah 0,59% ke 10.550,49.
Pada hari Selasa waktu AS, setelah perdagangan pasar saham berakhir, kabar bagus datang dari update vaksin virus corona yang dibuat oleh Moderna. Sehingga Wall Street baru merespon di perdagangan Rabu.
Vaksin potensial yang sedang dalam uji klinis tersebut dilaporkan mampu menghasilkan imun yang "kuat" terhadap semua partisipan, yang jumlahnya 45 orang.
Ke 45 orang tersebut menghasilkan antibody penawar, yang menjadi hal penting untuk perlindungan melawan virus, menurut para ilmuwan. Setiap pasien dalam uji klinis tersebut diberi dosis 25, 100, atau 250 mikrogram, dan mendapat 2 kali dosis.
Moderna mengatakan vaksin tersebut secara umum tidak memberikan efek samping, tetapi separuh partisipan mengalami gejala ringan dan sedang seperti kelelahan, nyeri otot, dan rasa sakit di sekitar suntikan.
Pasien yang sudah mendapat 2 kali vaksin tersebut akan diawasi oleh Moderna selama 1 tahun. Selain itu, Moderna juga mengatakan akan melakukan uji klinis terhadap 30.000 partisipan pada 27 Juli mendatang.
Kabar dari Moderna tersebut memberi harapan virus corona bisa segera dikalahkan, dan hidup kembali normal. Saham Moderna sendiri menguat 6,9%
Sebelumnya vaksin yang dibuat BioNtech dan Pfizer juga memperoleh "jalur cepat" dari Food and Drug Administration (FDA) AS. "Jalur cepat" yang diterima kedua vaksin buatan perusahaan tersebut artinya peninjauan oleh FDA akan dilakukan lebih cepat dari biasanya.
Jika mendapat persetujuan dari FDA, pengujian besar kedua vaksin tersebut dilakukan secepatnya akhir bulan ini dengan menggunakan 30.000 partisipan.
Semakin banyak vaksin potensial, tentunya harapan akan hidup kembali normal semakin membesar.
Selain penguatan Wall Street, sentimen positif hari ini bisa datang dari China yang akan merilis data pertumbuhan ekonomi. Pasar tentunya akan menjadi lebih ceria jika ekonomi China tumbuh, setelah di hantam isu resesi sejak awal pekan.
Selasa lalu, Singapura resmi mengalami resesi setelah Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami kontraksi di kuartal II-2020. Tidak tanggung-tanggung PDB pada kuartal II-2020 minus 41,2% quarter-to-quarter (QtQ) setelah minus 3,3% di kuartal I-2020.
Sementara secara tahunan atau year-on-year (YoY) PDB minus 12,6%, juga lebih buruk dari konsensus minus 10,5% YoY. Tidak hanya lebih buruk dari konsensus, PDB tersebut juga terburuk sepanjang sejarah Negeri Merlion. Di kuartal I-2020, PDB mengalami kontraksi tipis -0,3% YoY.
Suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB minus dalam 2 kuartal beruntun. Sehingga, Singapura sah mengalami resesi. Terakhir kali Singapura mengalami resesi pada tahun 2008 saat krisis finansial global.
Saat Singapura resmi mengalami resesi, China kini menuju kebangkitan ekonomi. Data ekonomi belakangan ini sudah menunjukkan ke arah sana.
Data yang dirilis Selasa lalu menunjukkan ekspor-impor Negeri Tiongkok yang berdenominasi dolar AS kembali tumbuh di bulan Juni. Ekspor dilaporkan tumbuh 0,5% year-on-year (YoY), dan impor tumbuh 2,7% YoY.
Hasil polling Reuters sebelumnya memprediksi ekspor China bulan Juni akan turun 1,5% YoY, dan impor terkontraksi 10% YoY. Selain itu, dalam denominasi yuan ekspor juga menunjukkan pertumbuhan 4,3% YoY dan impor naik 6,2% YoY.
Data ekspor-impor tersebut melengkapi serangkaian data yang dirilis sebelunnya. Inflasi China di bulan Juni dilaporkan tumbuh 2,5% YoY, naik dari bulan sebelumnya 2,4% YoY. Ini juga merupakan kenaikan pertama setelah menurun dalam 4 bulan sebelumnya.
Sebelumnya, di IHS Markit pada 30 Juni lalu melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Negeri Tiongkok bulan Juni naik menjadi 50,9 dari bulan sebelumnya 50,6.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya berarti kontraksi dan di atasnya berarti ekspansi.
Dengan demikian, China masih mempertahankan bahkan menambah laju ekspansi di bulan Juni, meski virus corona sempat menyerang ibu kota Beijing.
Sejak dilanda pandemi penyakit virus corona (Covid-19), sektor manufaktur China hanya mengalami kontraksi di bulan Februari (angka indeks sebesar 35,7) setelahnya, mencatat ekspansi dalam 4 bulan beruntun. Artinya, sepanjang kuartal II-2020, sektor manufaktur China berekspansi, sehingga besar harapan perekonomian akan tumbuh tinggi.
Pembuktiannya hari ini, China akan melaporkan data PDB kuartal II-2020. Pada kuartal I-2020, PDB China berkontraksi alias minus 6,8% YoY, menjadi yang terburuk sepanjang sejarah. Sementara untuk kuartal II-2020, hasil polling Reuters menunjukkan PDB diperkirakan tumbuh 2,5% YoY.
Jika rilis tersebut sesuai prediksi atau malah lebih tinggi lagi, maka peluang perekonomian China membentuk kurva V-Shape, artinya merosot tajam kemudian pulih dengan cepat tentunya akan semakin besar.
China merupakan negara dengan nilai ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS. Saat roda perekonomiannya mulai berputar kencang lagi, negara-negara lain yang merupakan mitra dagang China tentunya juga akan menggeliat, termasuk Indonesia.
Sehingga China bisa memberikan harapan kebangkitan ekonomi, dan mengirim hawa positif ke pasar keuangan dalam negeri.
Selain dari eksternal, dalam negeri juga menjadi fokus. Bank Indonesia akan mengumumkan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate hari ini, yang menjadi penyebab jebloknya rupiah kemarin. Hasil survei Reuters menunjukkan 14 dari 26 ekonom memprediksi BI akan memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 4%.
Sementara itu, konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia juga menghasilkan median BI memangkas suku bunga menjadi 4%.
Inflasi yang sangat rendah memberikan ruang yang lebih besar bagi BI untuk menurunkan suku bunga. Pada bulan Juni, inflasi hanya tumbuh 1,96% year-on-year, menjadi yang terendah dalam 20 tahun terakhir, tepatnya sejak Mei 2000.
Selain itu, nilai tukar rupiah juga masih cukup kuat, meski belakangan mengalami pelemahan tetapi masih bisa dikatakan normal. Kemudian neraca dagang yang mencatat surplus, sehingga ada peluang defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) membaik.
"BI memiliki ruang yang cukup besar untuk memangkas suku bunga 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps," kata Anthony Kevin, ekonom di Mirae Asset Indonesia, sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (15/7/2020).
"BI baru memangkas suku bunga sebesar 75 bps, jauh di bawah The Fed 150 bps, juga jauh di bawah bank sentral lainnya," tambahnya.
Penurunan suku bunga dapat membantu perekonomian berputar lebih cepat dan segera bangkit dari kemerosotan akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Sehingga saat BI memangkas suku bunga, rupiah cenderung menguat.
Tetapi kali ini tidak seperti biasanya, peluang pemangkasan suku bunga oleh BI direspon negatif oleh pasar. Sebabnya, saat suku bunga dipangkas, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tentunya juga akan menurun. Sehingga daya tarik investasi menjadi menurun, aliran modal ke dalam negeri berisiko seret, rupiah pun kehabisan "bensin".
Tetapi, meski rupiah berisiko melemah, penurunan suku bunga dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang akan memberikan pondasi kuat bagi Mata Uang Garuda untuk kembali perkasa. Hal ini juga yang berpeluang membawa IHSG ke zona hijau hari ini.
Selain BI, bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) juga akan mengumumkan kebijakan moneter hari ini, tetapi setelah pasar dalam negeri ditutup. ECB diramal tidak akan merubah kebijakan ataupun menambah stimulus moneternya. Pada bulan lalu, bank sentral pimpinan Christin Lagarde ini menambah stimulus melalui Pandemic Emergency Purchase Program (PEPP) senilai 600 miliar euro menjadi 1,35 triliun euro.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini.
- Data Tenaga Kerja Australia (8:30 WIB)
- Data PDB China (9:00 WIB)
- Data Tenaga Kerja Inggris (13:00 WIB)
- Pengumuman Kebijakan Moneter ECB (18:45 WIB)
- Penjualan Ritel dan klaim tunjangan pengangguran AS (19:30 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (Kuartal I-2020 YoY) | 2,97% |
Inflasi (Juni 2020 YoY) | 1,96% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juni 2020) | 4,25% |
Surplus/defisit anggaran (Perpres No 54/2020) | -5,07% PDB |
Surplus/defisit transaksi berjalan (Kuartal I-2020) | -1,42% PDB |
Cadangan devisa (Juni 2020) | US$ 131,72 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA