Sempat Sentuh Rp14.600/US$, Rupiah Mata Uang Terburuk di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 July 2020 17:37
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (15/7/2020), bahkan sempat menyentuh Rp 14.600/US$. Risiko memanasnya hubungan AS-China membuat sentimen pelaku pasar memburuk, tetapi penekan utama rupiah adalah Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneter Kamis besok.

Rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.375/US$, tetapi tidak lama langsung masuk ke zona merah. Depresiasi semakin membengkak hingga 1,57% ke Rp 14.600/US$ yang menjadi level terlemah intraday. Untuk pertama kalinya rupiah menyentuh level Rp 14.600/US$ sejak 29 Mei lalu.

Di akhir perdagangan, rupiah berada di level Rp 14.575/US$, melemah 1,39% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

BI besok diprediksi akan menurunkan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate. Hasil survei Reuters menunjukkan 14 dari 26 ekonom memprediksi BI akan memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 4%.

Penurunan suku bunga dapat membantu perekonomian berputar lebih cepat dan segera bangkit dari kemerosotan akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Sehingga saat BI memangkas suku bunga, rupiah cenderung menguat.

Tetapi kali ini tidak seperti biasanya, peluang pemangkasan suku bunga oleh BI direspon negatif oleh pasar. Sebabnya, saat suku bunga dipangkas, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tentunya juga akan menurun. Sehingga daya tarik investasi menjadi menurun, aliran modal ke dalam negeri berisiko seret, rupiah pun kehabisan "bensin".

Akibatnya, rupiah menjadi mata uang terburuk dibandingkan mata uang utama Asia lainnya. Tidak hanya yang terburuk, rupiah juga melemah sendirian di Asia.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning hingga pukul 15:10 WIB.

Sementara itu risiko memanasnya hubungan AS-China terjadi setelah Presiden AS Donald Trump, pada Selasa waktu setempat (dini hari tadi waktu Indonesia) menandatangani undang-undang yang memberikan sanksi ke China karena melakukan intervensi otonomi Hong Kong.

Trump juga menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) yang menghentikan perlakukan khusus yang selama ini diterima Hong Kong.

"Hong Kong kini akan diperlakukan sama seperti China. Tidak ada keistimewaan, tidak ada perlakukan ekonomi khusus, dan tidak ada transfer teknologi. Sebagai tambahan, seperti yang ada tahu, kita akan mengenakan bea importasi (ke Hong Kong) dan sudah mengenakan bea importasi yang besar ke China" kata Trump, sebagaimana dilansir CNBC International.

Memanasnya hubungan AS-China adalah kabar buruk di tengah situasi ekonomi yang sangat buruk akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).
Sebelumnya Presiden Trump juga mengatakan saat ini ia tidak berfokus pada peluang terjadinya kesepakatan dagang fase II dengan China. Trump menambahkan hubungan dengan China sudah "sangat rusak" akibat pandemi Covid-19.

Kabar baik datang dari perkembangan vaksin virus corona yang diproduksi oleh Moderna. Vaksin potensial yang sedang dalam uji klinis tersebut dilaporkan mampu menghasilkan imun yang "kuat" terhadap semua partisipan, yang jumlahnya 45 orang.

Ke 45 orang tersebut menghasilkan antibody penawar, yang menjadi hal penting untuk perlindungan melawan virus, menurut para ilmuwan. Setiap pasien dalam uji klinis tersebut diberi dosis 25, 100, atau 250 mikrogram, dan mendapat 2 kali dosis.

Moderna mengatakan vaksin tersebut secara umum tidak memberikan efek samping, tetapi separuh partisipan mengalami gejala ringan dan sedang seperti kelelahan, nyeri otot, dan rasa sakit di sekitar suntikan.

Pasien yang sudah mendapat 2 kali vaksin tersebut akan diawasi oleh Moderna selama 1 tahun. Selain itu, Moderna juga mengatakan akan melakukan uji klinis terhadap 30.000 partisipan pada 27 Juli mendatang.

Kabar dari Moderna tersebut memberi harapan virus corona bisa segera dikalahkan, dan hidup kembali normal.

Sementara itu dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada Juni 2020, neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus US$ 1,27 miliar. Angka ini didapat dari nilai ekspor US$ 12,03 miliar Naik 2,28% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Sementara impor US$ 10,76 miliar turun 6,36% YoY.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan Juni 2020 surplus US$ 1,1 miliar., dengan ekspor mengalami kontraksi -7,765% YoY dan impor -16,455% YoY

Sebulan sebelumnya, neraca perdagangan Indonesia berhasil surplus US$ 2,09 miliar. Ini menjadi yang tertinggi sejak Februari.

Sayangnya kabar bagus dari eksternal dan internal tersebut belum mampu membawa rupiah menguat hari ini.


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular