Newsletter

Habis Resesi, Terbitlah Kebangkitan Ekonomi?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 July 2020 06:05
Japan Financial Markets
Foto: Bursa Jepang (AP/Eugene Hoshiko)

Selain penguatan Wall Street, sentimen positif hari ini bisa datang dari China yang akan merilis data pertumbuhan ekonomi. Pasar tentunya akan menjadi lebih ceria jika ekonomi China tumbuh, setelah di hantam isu resesi sejak awal pekan. 

Selasa lalu, Singapura resmi mengalami resesi setelah Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami kontraksi di kuartal II-2020. Tidak tanggung-tanggung PDB pada kuartal II-2020 minus 41,2% quarter-to-quarter (QtQ) setelah minus 3,3% di kuartal I-2020.

Sementara secara tahunan atau year-on-year (YoY) PDB minus 12,6%, juga lebih buruk dari konsensus minus 10,5% YoY. Tidak hanya lebih buruk dari konsensus, PDB tersebut juga terburuk sepanjang sejarah Negeri Merlion. Di kuartal I-2020, PDB mengalami kontraksi tipis -0,3% YoY.

Suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB minus dalam 2 kuartal beruntun. Sehingga, Singapura sah mengalami resesi. Terakhir kali Singapura mengalami resesi pada tahun 2008 saat krisis finansial global.

Saat Singapura resmi mengalami resesi, China kini menuju kebangkitan ekonomi. Data ekonomi belakangan ini sudah menunjukkan ke arah sana.

Data yang dirilis Selasa lalu menunjukkan ekspor-impor Negeri Tiongkok yang berdenominasi dolar AS kembali tumbuh di bulan Juni. Ekspor dilaporkan tumbuh 0,5% year-on-year (YoY), dan impor tumbuh 2,7% YoY.

Hasil polling Reuters sebelumnya memprediksi ekspor China bulan Juni akan turun 1,5% YoY, dan impor terkontraksi 10% YoY.  Selain itu, dalam denominasi yuan ekspor juga menunjukkan pertumbuhan 4,3% YoY dan impor naik 6,2% YoY.

Data ekspor-impor tersebut melengkapi serangkaian data yang dirilis sebelunnya. Inflasi China di bulan Juni dilaporkan tumbuh 2,5% YoY, naik dari bulan sebelumnya 2,4% YoY. Ini juga merupakan kenaikan pertama setelah menurun dalam 4 bulan sebelumnya.

Sebelumnya, di IHS Markit pada 30 Juni lalu melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Negeri Tiongkok bulan Juni naik menjadi 50,9 dari bulan sebelumnya 50,6.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya berarti kontraksi dan di atasnya berarti ekspansi.

Dengan demikian, China masih mempertahankan bahkan menambah laju ekspansi di bulan Juni, meski virus corona sempat menyerang ibu kota Beijing.

Sejak dilanda pandemi penyakit virus corona (Covid-19), sektor manufaktur China hanya mengalami kontraksi di bulan Februari (angka indeks sebesar 35,7) setelahnya, mencatat ekspansi dalam 4 bulan beruntun. Artinya, sepanjang kuartal II-2020, sektor manufaktur China berekspansi, sehingga besar harapan perekonomian akan tumbuh tinggi.

Pembuktiannya hari ini, China akan melaporkan data PDB kuartal II-2020. Pada kuartal I-2020, PDB China berkontraksi alias minus 6,8% YoY, menjadi yang terburuk sepanjang sejarah. Sementara untuk kuartal II-2020, hasil polling Reuters menunjukkan PDB diperkirakan tumbuh 2,5% YoY.

Jika rilis tersebut sesuai prediksi atau malah lebih tinggi lagi, maka peluang perekonomian China membentuk kurva V-Shape, artinya merosot tajam kemudian pulih dengan cepat tentunya akan semakin besar.

China merupakan negara dengan nilai ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS. Saat roda perekonomiannya mulai berputar kencang lagi, negara-negara lain yang merupakan mitra dagang China tentunya juga akan menggeliat, termasuk Indonesia.

Sehingga China bisa memberikan harapan kebangkitan ekonomi, dan mengirim hawa positif ke pasar keuangan dalam negeri.

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular