
Jangan Puas Emas di US$ 1.800, Bisa Lebih Tinggi Lagi Nih!

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia akhirnya menyentuh level psikologis US$ 1.800/troy ons pada Rabu (8/7/2020). Status aset aman (safe haven) yang disandang emas memainkan perannya dalam penguatan harga hari ini.
Pada pukul 17:53 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.803.08/troy ons, menguat 0,49% di pasar spot, melansir data Refinitiv Kecemasan akan lonjakan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) membuat permintaan akan safe haven kembali meningkat.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) memperingatkan akan kemungkinan terjadi peningkatan jumlah korban meninggal yang signifikan setelah terjadi akselerasi penambahan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) di bulan Juni lalu.
Pelaku pasar kembali cemas akan kemungkinan diterapkannya kebijakan karantina (lockdown) lagi, yang berisiko membawa perekonomian global mengalami resesi yang dalam dan panjang.
Saat resesi panjang terjadi, kebijakan moneter tidak biasa (unconventional) seperti program pembelian aset (obligasi dan surat berharga lainnya) atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE) oleh berbagai bank sentral di dunia akan berlangsung lebih lama.
QE merupakan "bensin" bagi harga emas untuk terus menanjak. Pada tahun 2008 saat terjadi krisis finansial global dan setelahnya, bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) menerapkan QE yang membuat emas akhirnya mencetak rekor tertinggi Rp 1.920/troy ons pada September 2011.
Nilai aset yang dibeli The Fed bisa dilihat dari neraca keuangannnya (balance sheet). Semakin banyak aset yang dibeli, maka neraca The Fed kian besar. Pada periode 2008-2014 saat The Fed melakukan QE guna memacu perekonomian akibat krisis finansial, nilai neraca The Fed mencapai US$ 4,5 triliun.
Kini, kebijakan yang sama diterapkan oleh The Fed, sang ketua Jerome Powell bahkan mengatakan akan melakukan QE berapa pun nilainya selama diperlukan oleh perekonomian. Saat ini, neraca The Fed sudah mencapai US$ 7,14 triliun, dan kemungkinan masih akan terus meningkat.
Itu baru The Fed, belum lagi bank sentral lainnya yang juga menerapkan QE dengan jumlah besar, bahkan beberapa bank sentral, seperti bank sentral Australia baru pertama kali menerapkan QE, bahkan Bank Indonesia. Artinya emas punya banyak "bensin" untuk terus menguat, dan diramal akan mencetak rekor tertinggi, bahkan jauh lebih tinggi.
Dalam catatan yang dikutip CNBC International pertengahan Juni lalu, bank investasi ternama, Goldman Sachs memprediksi harga emas akan mencapai US$ 1.800/troy ons dalam 3 bulan ke depan, US$ 1.900/troy ons 6 bulan ke depan, dan US$ 2.000/troy ons dalam 12 bulan ke depan. Level US$ 1.800 sudah dicapai pada hari ini.
Sementara itu Ole Hansen, Kepala Ahli Strategi Komoditas di Saxo Bank, memprediksi emas akan mencetak rekor tertinggi pada tahun depan, dan jangka panjang emas akan mencapai US$ 4.000/troy ons.
Ramalan paling ekstrim datang dari Dan Olivier, pendiri Myrmikan Capital, yang memprediksi emas akan mencapai US$ 10.000/troy ons.
"The Fed, seperti yang ada ketahui, melakukan aksi pembelian aset uang masif akibat situasi yang disebabkan virus corona, oleh karena itu harga ekuilibrium emas juga naik dengan sepadan, harga emas yang seimbang dengan Balance Sheet The Fed kini sangat tinggi," kata Olivier, sebagaimana dilansir Kitco.
Sayangnya, Olivier tidak menyebutkan dalam rentang waktu berada lama emas akan mencapai level US$ 10.000/troy ons.
