
Harga Batu Bara Rekor Tertinggi Sebulan, tapi Rentan Koreksi

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara akhirnya mencetak rekor tertingginya dalam sebulan terakhir. Pelemahan permintaan akibat pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) membuat para produsen batu bara memangkas produksinya untuk menopang harga.
Selasa (7/7/2020) harga batu bara Newcastle untuk kontrak yang ramai ditransaksikan menguat 1,17% ke US$ 56.05/ton. Ini merupakan level tertinggi sejak 8 Juni lalu.
Meski ekonomi global mulai dipacu kembali, permintaan terhadap komoditas batu bara masih belum pulih. Tekanan terhadap harga batu bara datang dari berbagai arah. Di kawasan Asia Pasifik, permintaan terhadap batu bara lintas laut (seaborne) masih lemah.
India dan China mulai membatasi impor batu bara mereka dan beralih ke pasokan batu bara domestik. Penerapan kebijakan kuota impor oleh China membuat pasar batu bara domestik dengan seaborne mengalami diskoneksi.
Sementara itu dari Jepang dan Korea Selatan, permintaan terhadap batu bara juga melambat. Selain akibat pandemi Covid-19, musim dingin yang cenderung hangat juga jadi faktor lain yang jadi pemicu kebutuhan batu bara kedua negara tidak setinggi musim dingin biasanya.
Harga gas yang juga anjlok dalam serta pasokannya yang melimpah menjadi ancaman bagi komoditas batu bara. Negeri Ginseng dan Negeri Sakura berpotensi beralih dari batu bara ke gas karena lebih kompetitif dan dinilai lebih ekonomis.
Di sisi lain, penurunan konsumsi listrik untuk sektor industri dan komersial di belahan bumi Barat juga membuat kebutuhan batu bara menurun. Apalagi setelah pandemi, tekanan untuk beralih ke sumber energi yang ramah lingkungan semakin tinggi di Eropa.
Lesunya permintaan global dan anjloknya harga membuat para produsen batu bara seperti Indonesia, Columbia, Afrika Selatan dan Rusia mengekspor lebih sedikit batu bara dibanding periode yang sama tahun lalu.
Di Indonesia, asosiasi perusahaan tambang batu bara (APBI) meminta anggotanya untuk memangkas produksinya 15-20% hingga akhir tahun.
Harga Batu Bara Acuan (HBA) yang dipatok di level terendah dalam empat tahun di US$ 52,16/ton bulan Juni membuat kinerja keuangan para penambang terganggu. Sehingga mau tak mau pemangkasan output harus ditempuh.
Isu pemangkasan produksi ini setidaknya mulai direspons di pasar. Namun kecemasan seputar gelombang kedua pandemi Covid-19 menjadi ancaman serius yang dapat menggerus harga batu bara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
Next Article Harga Batu Bara Kembali Menguat