Duh! Selama Juni Harga Batu Bara Berada di Posisi Terendah

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
26 June 2020 11:12
FILE PHOTO: A tug boat pulls a coal barge along the Mahakam River in Samarinda, East Kalimantan province, Indonesia, March 2, 2016. REUTERS/Beawiharta/File Photo
Foto: REUTERS/Beawiharta/File Photo

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara lagi-lagi ditutup melemah pada perdagangan kemarin. Harga batu bara kini kembali berada di level terendah pada Juni ini. 

Pada perdagangan kemarin (25/6/2020), harga batu bara Newcastle untuk kontrak yang ramai ditransaksikan ditutup melemah 1,04% ke US$ 52,1/ton. Secara month to date harga batu bara masih terkoreksi 7,46%.

Meski harga minyak mentah melesat karena kemacetan mulai tampak di berbagai kota di dunia, harga batu bara malah terus menerus jatuh. Berbeda dengan minyak yang digunakan sebagai bahan bakar untuk transportasi, batu bara digunakan untuk pembangkit listrik dan kebutuhan industri lain seperti pembuatan baja. 

Kembali terjadinya lonjakan kasus infeksi Covid-19 di berbagai negara akhir-akhir ini membuat pasar kembali diliputi kecemasan. Hingga hari ini, data John Hopkins University CSSE mencatat sudah lebih dari 9,5 juta orang di dunia terinfeksi Covid-19. 

Peningkatan kasus terjadi di Amerika Serikat (AS), Brazil, Amerika Latin dan India. Di AS, jumlah kasus bertambah nyaris 35 ribu dalam sehari. Di Brazil lebih ekstrem lagi dengan penambahan kasus mencapai lebih dari 40 ribu sehari. Sementara itu di India jumlah kasus bertambah sebanyak 16,9 ribu dalam 24 jam terakhir. 

Faktor lain yang juga menambah sentimen buruk bagi pasar batu bara adalah proyeksi pertumbuhan ekonomi global Dana Moneter Internasional (IMF) yang lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. 

IMF merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 1,9 poin persentase menjadi minus 4,9% dari sebelumnya di April lalu di angka minus 3%. 

Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju diperkirakan mengalami kontraksi sebesar minus 8% di 2020 atau 1,9 poin persentase lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya.

Data PDB kuartal pertama yang lebih buruk dari perkiraan, turunnya konsumsi masyarakat dan output jasa, mobilitas yang masih terbatas, angka pengangguran yang melonjak signifikan hingga lebih dari 200 juta orang, kontraksi pada volume perdagangan hingga inflasi yang lemah membuat IMF merevisi turun proyeksinya. 

Kinerja pasar yang masih lesu adalah faktor lain yang membuat harga batu bara betah di level terendahnya seperti sekarang ini. 

Saat ini harga batu bara patokan China yaitu Qinhuangdao terus menguat dan kini harganya dibanderol di US$ 80,21/ton. Harga batu bara domestik China sebenarnya jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga batu bara lintas laut (seaborne).

Dalam kondisi normal (tanpa pandemi), biasanya situasi seperti sekarang ini, impor batu bara China seharusnya melonjak karena harga batu bara impor jauh lebih kompetitif.

Namun pembatasan impor batu bara China sudah mulai dilakukan. Pembatasan ini untuk mendongkrak permintaan batu bara domestik.

Lagipula impor batu bara China sudah termasuk 'jor-joran' di bulan April ketika aktivitas ekonomi China mulai dipacu lagi pasca lockdown ketat.

Pekan lalu setidaknya tiga perusahaan utilitas China diminta oleh bea cukai lokal untuk membatalkan pengiriman 9-12 kapal kargo Supramax yang mengangkut 45-50 ribu ton batu bara (seaborne) untuk periode Juli dan Agustus.

Perusahaan-perusahaan utilitas tersebut dikabarkan telah menggunakan kuota impornya dan penjual diminta untuk mencari importir baru yang masih memiliki kuota di China. Reuters melaporkan kapal kargo tersebut kebanyakan berasal dari Indonesia dan Rusia.

Kebijakan ini jelas mempengaruhi dinamika pasar batu bara lintas laut ketika permintaan global sedang lemah dan harganya sangat rendah. Di saat yang sama harga batu bara China juga sedang mengalami kenaikan.

Beralih ke Negeri Ginseng dan Negeri Sakura, impor Korea Selatan dan Jepang hingga 19 Juni lalu masing-masing sebesar 0,74 juta ton dan 2,18 juta ton. Volume impor pekan lalu lebih rendah dari minggu sebelumnya yang masing-masing sebanyak 2,11 juta ton dan 2,83 juta ton.

Berdasarkan perkiraan Refinitiv, suhu udara di bagian Asia Utara akan cenderung lebih hangat sehingga kebutuhan pendingin akan meningkat. Seharusnya dengan kondisi seperti ini, permintaan terhadap batu bara akan lebih terdongkrak.

Namun harga gas yang sudah terlalu murah disertai dengan tekanan untuk beralih ke energi yang lebih ramah lingkungan membuat Korea Selatan dan China akan cenderung memilih gas.

Impor batu bara India juga masih rendah. Data Refinitiv Coal Flow impor batu bara pekan lalu hanya sebanyak 1,32 juta ton dan lebih rendah dari pekan sebelumnya 1,6 juta ton. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Batu Bara Kembali Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular