Ada Ancaman Gelombang 2 Corona, Harga Batu Bara Tak Gerak

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
23 June 2020 10:19
Coal barges are pictured as they queue to be pull along Mahakam river in Samarinda, East Kalimantan province, Indonesia, August 31, 2019. Picture taken August 31, 2019. REUTERS/Willy Kurniawan
Foto: Tongkang batubara di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur (REUTERS/Willy Kurniawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan kemarin, harga batu bara acuan Newcastle untuk kontrak yang ramai diperdagangkan ditutup flat. Harga batu bara masih terpuruk dan belum pulih, kini harus tertekan akibat ancaman gelombang kedua wabah.

Senin (22/6/2020), harga batu bara dibanderol US$ 53,35/ton. Pada minggu terakhir bulan April, harga batu bara menyentuh titik terendahnya setelah terkoreksi terus menerus. 

Harga batu bara sempat mengalami tren penguatan akibat relaksasi lockdown dan pembukaan ekonomi secara bertahap. Impor batu bara China secara besar-besaran bulan April lalu juga jadi salah satu pemicu terjadinya kenaikan harga komoditas ini.

Namun sejatinya harga batu bara masih jauh dari levelnya sebelum pandemi merebak di kisaran US$ 60 - US$ 70 per ton. Ketika harga belum pulih kini pasar kembali dilanda kecemasan akan gelombang kedua wabah.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat kenaikan kasus yang signifikan dilaporkan di Amerika Utara dan Amerika Selatan. Data kompilasi John Hopkins University CSSE menunjukkan jumlah orang yang terinfeksi virus corona secara global sudah mencapai lebih dari 9 juta orang.

Australia, Jerman dan China yang sudah melaporkan penurunan jumlah kasus per hari kini malah mengalami lonjakan kasus. Kekhawatiran akan penerapan kembali lockdown mencuat.

Ekonomi bisa mati suri jika karantina wilayah dan mobilitas publik dibatasi dengan ketat. Kebutuhan akan berbagai komoditas terutama batu bara untuk pembangkit listrik menjadi turun. Alhasil harganya juga ikut terkerek turun jika pasokan masih tinggi.

Upaya China untuk mengurangi konsumsi batu baranya juga turut menjadi sentimen negatif untuk harga pasir hitam ini. Maklum China merupakan konsumen terbesar batu bara di dunia. 

Meski tahun lalu konsumsi batu bara China masih naik 1% (yoy), tetapi pangsa penggunaan energi dari  bahan bakar ini di China turun menjadi 57,7%. Reuters melaporkan China akan membatasi kontribusi konsumsi batu bara sebagai sumber energi primer sebesar 57,5% saja.

Di sisi lain impor jor-joran China yang sudah dilakukan beberapa bulan lalu akhirnya membuat China harus kembali menerapkan kuota impor dan beralih ke pasokan domestik. 

Namun menguatnya harga minyak yang kokoh di kisaran US$ 40/barel cukup menjadi sentimen positif yang membuat harga batu bara tak terpangkas lebih dalam. Melihat tren yang ada, harga batu bara masih berpotensi bergerak di rentang sempit US$ 52 - 56/ton.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Batu Bara Kembali Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular