Rupiah Menguat di Rp 14.400/US$, Apa Bakal Keok Hari Ini?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 July 2020 06:15
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Akhirnya, setelah mencatat pelemahan 7 hari beruntun, nilai tukar rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin kemarin (6/7/2020). 

"Bantuan" hawa positif datang dari China setelah indeks Shanghai Composite melesat lebih dari 5% yang menjadi indikasi sentimen pelaku pasar sedang bagus.

Perjalanan rupiah pada perdagangan awal pekan tidak bisa dikatakan mulus. Rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% dan sempat melemah 0,83% ke Rp 14.570/US$.

Setelah mencapai level terlemah intraday tersebut, rupiah perlahan mulai bangkit hingga akhirnya menutup perdagangan di level Rp 14.440/US$, menguat tipis 0,07% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Mayoritas mata uang utama Asia memang menguat melawan dolar AS pada hari ini, bahkan beberapa dengan persentase yang cukup besar. Meski penguatan rupiah terbilang tipis, tetapi bisa menjadi awal yang baik untuk mengarungi pekan ini.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia per pukul 15:07 WIB, Senin kemarin.

Indeks Shanghai Composite China kemarin melesat 5,71% yang turut mengerek bursa saham Asia lainnya. Penguatan tajam tersebut memberikan hawa positif ke rupiah hingga akhirnya menguat tipis.

Melansir CNBC International, Jackson Wong, direktur aset management di Amber Hill Capital, mengatakan penguatan tajam Shanghai, serta peningkatan volume trading yang signifikan memperkuat ekspektasi jika periode penguatan (bull run) akan kembali datang.

Wong mengatakan salah satu penyebab ekspektasi tersebut adalah kondisi ekonomi China masih masih menunjukkan tanda-tanda kebangkitan di tengah pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang masih meningkat secara global.

ISH Markit pada pekan lalu melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Negeri Tiongkok bulan Juni naik menjadi 50,9 dari bulan sebelumnya 50,6.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya berarti kontraksi dan di atasnya berarti ekspansi.

Dengan demikian, China masih mempertahankan bahkan menambah laju ekspansi di bulan Juni, meski virus corona sempat menyerang ibu kota Beijing. Sehingga harapan akan perekonomian bisa segera bangkit kembali muncul.

Sejak dilanda pandemi penyakit virus corona (Covid-19), sektor manufaktur China hanya mengalami kontraksi di bulan Februari (angka indeks sebesar 35,7) setelahnya, mencatat ekspansi dalam 4 bulan beruntun.

Data tersebut tentunya memberikan harapan perekonomian global akan segera bangkit dan terhindar dari resesi, atau setidaknya tidak mengalami resesi panjang.

Rupiah belakangan ini mengalami tekanan akibat tren kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia yang terus menanjak, bahkan terus mencetak rekor penambahan kasus per hari.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melaporkan jumlah pasien positif corona Minggu kemarin melaporkan tambahan kasus sebanyak 1.607 orang, menjadi kasus per hari terbanyak sejak virus corona menyerang Indonesia di awal April. Saat ini total kasus di Tanah Air sebanyak 63.749, dan menjadi negara dengan kasus terbanyak ke 26 di dunia

Dari total kasus tersebut, 3.171 orang meninggal dunia dan 29.105 sembuh.

Selain itu rupiah juga tertekan akibat risiko peningkatan inflasi di Indonesia. Hal ini terjadi setelah Bank Indonesia (BI) pada hari Senin pekan lalu setuju "burden sharing" dengan pemerintah dalam rangka memerangi pandemi penyakit virus corona (Covid-19).


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potensi Penguatan Rupiah di Tengah Tekanan Indeks Dolar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular