Wow! Total Capex Pertamina Hampir Rp 2.000 T, Buat Apa Saja?

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
29 June 2020 15:39
Pertamina
Foto: Pertamina

Jakarta, CNBC Indonesia - Total kebutuhan pendanaan PT Pertamina (Persero) tahun 2020-2026 mencapai US$ 133 miliar atau setara dengan Rp 1.862 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$), hampir Rp 2.000 triliun. Angka tersebut tercantum dalam bahan paparan rapat kerja di Komisi VII DPR RI.

Dalam paparan tersebut, disebutkan bahwa kebutuhan pendanaan US$ 133 miliar itu adalah total belanja modal (capex/capital expenditure) dalam 6 tahun. Adapun sumber dana 47% akan berada dari pendanaan internal, 10% dari project financing, 28% dari pembiayaan eksternal, 15% dari pembiayaan ekuitas.

Adapun opsi pendanaan perusahaan bisa dari saham (partnertship dan IPO atau initial public offering/penawaran umum saham perdana), surat utang (rerata tenor 1-10 tahun, dibatasi debt to equity ratio), dan perbankan (rata-rata tenor 4-5 tahun).

Presentasi Pertamina 29 Juni 2020Foto: Presentasi Pertamina 29 Juni 2020
Presentasi Pertamina 29 Juni 2020

Direktur Utama Pertamina (Persero) Nicke Widyawati yang sebelumnya juga menghadiri rapat kerja di Komisi VI, sempat menjelaskan alokasi pemanfaatan pendanaan tersebut. Dia mengatakan, khusus di tahun ini sebanyak US$ 6,2 miliar atau Rp 87 triliun dialokasikan untuk sejumlah proyek strategis nasional (PSN).

"Kebutuhan capex Pertamina tahun ini kita merencanakan US$ 6,2 miliar. Ini pun sebetulnya sudah kami pangkas 23%. Kenapa tidak bisa dipangkas lebih turun lagi karena ada PSN yang memang tetap harus dijalankan. Sebagian besar ini adalah untuk proyek strategis nasional yaitu pembangunan kilang," ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Senin (29/6/20).

Selain itu, dia menegaskan bahwa Pertamina tetap harus berinvestasi untuk menjaga produksi di hulu. Dia bilang bahwa banyak sumur-sumur tua yang harus dipertahankan performanya.

"Karena dengan sumur sumur yang sudah tua ini kita tetap harus operasikan. Sekali kemudian kita ini dinonaktifkan, agak sulit dan mahal lagi untuk nanti kita aktivasi kembali. Oleh karena itu kita tetap harus berinvestasi untuk me-maintenance level of production," tandasnya.

"Karena decline rate dari sumur-sumur tua ini secara natural ada 20%. Jadi kita tetap harus berinvestasi untuk menahan decline rate ini," lanjutnya.

Untuk mencapai aspirasi yang telah disebutkan, Pertamina akan memerlukan 28% pendanaan dari eksternal dan project financing area sekitar US$ 49 miliar atau setara Rp 686 triliun hingga tahun 2026.

Nicke Widyawati menyebut penawaran umum saham perdana atau IPO memang menjadi salah satu opsi untuk menambal kebutuhan pendanaan tersebut. Hanya saja dia menegaskan kecenderungan IPO terjadi di anak usaha.

"IPO itu cara saja, bukan tujuan. Dan privatisasi sebetulnya malah gak ada dalam agenda kita. Artinya melepas saham negara itu tidak ada dalam agenda kita. Jadi IPO itu di anak, cucu, cicit mungkin ada," ujarnya.

Terkait dengan hal ini, Nicke menjelaskan bahwa rencana IPO perlu tahapan panjang.

"Sebetulnya kalau kita lihat kaitannya, perubahan organisasi itu sama dengan ketika kementerian BUMN ini dibentuk. Jadi tahapannya adalah restrukturisasi, profitisasi, baru privatisasi. Jadi tidak serta-merta ini langsung IPO. Apalagi IPO di Pertamina. Melepas saham negara gitu. Itu masih jauh sekali ceritanya," tandasnya.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Total Capex Tembus Rp 1.862 T, Bos Pertamina Singgung IPO

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular