
"Moving Again" Buat Kurs Poundsterling Melesat ke Rp 17.565

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Nilai tukar poundsterling menguat melawan rupiah dan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (29/6/2020). Rencana pemerintah Inggris untuk menggerakkan kembali perekonomian membuat mata uang Negeri Ratu Elizabeth ini perkasa.
Pada pukul 14:12 WIB, poundsterling menguat 0,64% ke Rp 17.565/GBP di pasar spot, melansir data Refinitiv. Di saat yang sama, poundsterling juga menguat 0,28% melawan dolar AS ke US$ 1,2368.
Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson, berencana mengumumkan langkah-langkah guna memutar kembali roda perekonomain, dengan kampanye "moving again".
Perdana Menteri yang terkenal eksentrik ini sebelumnya mendapat kritik karena dinilai terlambat dalam menerapkan kebijakan karantina (lockdown), terlalu lambat dalam melakukan tes massal, serta penyampaian pesan kebijakan yang tidak jelas.
PM Johnson kini berusaha merubah pandangan lambat tersebut dengan mengumumkan rencana proyek infrastruktur Selasa (30/6/2020) besok. Proyek yang akan dibangun antara lain rumah sakit, sekolah, perumahan, serta jalan raya dan rel kereta.
"Kami sedang membuat rencana pemulihan ekonomi saat ini, membuat roadmap, berfokus pada pembangunan infrastruktur saat ini, dengan fokus membangun jalan raya, broadband, dan infrastruktur lain yang tidak efektif menciptakan lapangan kerja, tetapi juga menyediakan jasa, memacu pertumbuhan ekonomi, dan menyediakan peluang kerja di seluruh negara" kata Menteri Dalam Negeri Inggris, Priti Patel, sebagaimana dilansir Reuters Minggu (28/6/2020).
Berdasarkan data Worldometer, hingga saat ini jumlah kasus penyakit virus corona (Covid-19) sebanyak 311.151 orang, dengan 43.550 orang meninggal dunia.
Dampak Covid-19 ke pasar tenaga kerja Inggris lebih besar lagi. Data dari Office for National Statistic menunjukkan jumlah klaim tunjangan pengangguran pada bulan Mei sebanyak 528,9 ribu klaim, sementara di bulan sebelumnya 1,032 juta klaim. Artinya, banyak terjadi kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sama dengan yang terjadi di negara-negara lainnya.
Meski sedang menguat saat ini, tetapi outlook jangka panjang poundsterling masih suram karena dibayangi isu Brexit atau keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
Inggris saat ini dalam masa transisi hingga 31 Desember nanti untuk keluar dari Uni Eropa. Kedua belah pihak sedang melakukan negosiasi untuk hubungan dagang setelah masa transisi berakhir. Jika sampai 31 Desember nanti tidak ada kesepakatan, maka Inggris akan keluar dari pasar tunggal, artinya akan ada tarif ekspor-impor yang akan dikenakan.
Jika hal ini sampai terjadi, maka perekonomian Inggris terancam merosot lebih dalam. Apalagi saat ini pandemi penyakit akibat virus corona sudah membuat perekonomian global nyungsep.
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
