
Kejagung Perdalam Keterlibatan Erry Firmansyah di Jiwasraya

Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus mega skandal dugaan korupsi PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) satu per satu mulai nampak jelas ke permukaan.
Setelah Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II Fakhri Hilmi ditetapkan menjadi tersangka. Kini, nama lain yang mulai terkena sorotan. Yakni mantan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Erry Firmansyah.
Namanya kian benderang terungkap setelah Direktur Penyidikan pada Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengungkapkan perannya.
"Erry Firmansyah yang kita ketahui dia salah satu komisaris perusahaan milik Heru Hidayat (terdakwa), sehingga dia yang mendatangi Fakhri Hilmi untuk diminta supaya tidak ada tindakan pembekuan perusahaan untuk transaksi yang sedang berjalan," kata Febrie di gedung bundar Jampidsus, Jumat (26/6).
Namun, Ia menjelaskan bahwa aksi yang dilakukan Erry terjadi bukan saat memiliki kewenangan di BEI. Yakni ketika sudah tidak lagi menjabat di institusi tersebut.
Meski demikian, Febrie berjanji akan lebih dalam menggalinya. Bukan tidak mungkin, Erry akan kembali diperiksa oleh Kejagung.
Dari catatan CNBC Indonesia, sebelumnya Ia sudah menjalani pemeriksaan sebanyak tiga kali. Yakni pada 4 Mei 2020, 8 Mei 2020 dan 17 Juni 2020 lalu.
"Kita perdalam ya semuanya kan baru satu," paparnya.
Tindakannya kepada Fakhri Halim layak untuk ditelusuri lebih dalam. Apalagi, Kejagung mengklaim Fakhri telah membiarkan proses pengawasan berjalan tanpa sanksi yang tegas.
2 Direktorat Pengawasan yaitu Direktorat Transaksi Efek/saham (DPTE) yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan khusus transaksi Saham dan Direktorat Pengelolaan Investasi (DPIV) yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap pengelolaan investasi khusus Reksadana.
"Bahwa Fakhri Hilmi selaku Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A, pada tahun 2016 mengetahui adanya penyimpangan transaksi saham PT. Inti Agri Resources Tbk. (IIKP) yang harga sahamnya sudah dinaikan secara signifikan (mark up) oleh Grup Heru Hidayat yang dijadikan portofolio reksa dana 13 MI yang penyertaan modal terbesar adalah Jiwasraya," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Hari Setiyono).
Selanjutnya, berdasarkan laporan dari Tim Pengawas DPTE menyimpulkan penyimpangan transaksi saham tersebut merupakan tindak pidana pasar modal sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 8 tahun 1995 (UUPM) dan telah dilaporkan kepada Fakhri Hilmi, Selain itu DPIV menemukan pengelolaan investasi khusus Reksadana dari saham IIKP yang harganya sudah dinaikan secara signifikan (mark up) oleh grup Heru Hidayat tersebut menjadi portofolio produk reksadana yang dikelola oleh 13 MI milik Jiwasraya.
"Namun berdasarkan fakta yang ditemukan oleh DPTE dan DPIV tersebut, Fakhri Hilmi tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap produk reksadana dimaksud dikarenakan FAHRI HILMI telah ada kesepakatan dengan Erry Firmansyah dan Joko Hartono Tirto (keduanya pihak terafiliasi Heru Hidayat) dengan melakukan beberapa kali pertemuan yang bertujuan untuk tidak menjatuhkan sanksi pembekuan kegiatan usaha kepada 13 MI," ujarnya.
"Bahwa akibat dari perbuatan Fakhri Hilmi yang tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap produk reksa dana dimaksud pada tahun 2016 menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi Jiwasraya pada tahun 2018 hingga mencapai sebesar Rp 16,8 triliun sesuai LHP BPK RI tahun 2020," ujar Hari.
CNBC Indonesia telah meminta konfirmasi dari Erry Firmansyah mengenai keterlibatannya di kasus Jiwasraya. Namun Erry tidak menjawab permintaan konfirmasi ini.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kasus Jiwasraya, Eks Tersangka Dapen Pupuk Kaltim Diperiksa
