
Rupiah Akhirnya Menguat, tapi Tak Bisa Lari Kencang

Sentimen pelaku pasar yang cukup bagus menjadi penopang penguatan rupiah. Membaiknya sentimen tersebut tercermin dari penguatan bursa saham AS (Wall Street) Selasa kemarin. Bursa saham Eropa juga berakhir di zona hijau kemarin.
Tanda-tanda pemulihan ekonomi di Eropa menjadi pemicu penguatan bursa saham. Kemarin, Markit melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur dan jasa dari zona euro yang cukup mengejutkan. PMI manufaktur Prancis kembali menunjukkan ekspansi, kemudian Jerman dan zona euro secara keseluruhan meski masih berkontraksi tetapi menunjukkan perbaikan yang jauh lebih baik dari prediksi analis.
Data PMI tersebut mengingatkan PMI manufaktur China yang juga langsung berekspansi ketika kebijakan lockdown dilonggarkan.
Harapan akan pemulihan ekonomi V-shape pun kembali muncul, yang membuat mood pelaku pasar membaik.
Selain itu, klarifikasi penasehat perdagangan Gedung Putih, Peter Navarro, terkait ucapannya mengenai berakhirnya kesekapatan dagang AS-China juga membuat mood pelaku pasar membaik.
"Komentar saya diterjemahkan jauh di luar konteks," kata Navarro menanggapi pernyataannya yang membuat sentimen pelaku pasar memburuk.
"Mereka tidak ada melakukan perubahan apapun pada kesepakatan dagang fase I, yang masih tetap seperti sebelumnya. Saya hanya mengatakan kurangnya kepercayaan yang kita miliki saat ini pada Partai Komunis China setelah mereka berbohong mengenai asal virus (corona) China dan menyebarkan pandemi ke seluruh dunia," tambahnya.
Presiden AS, Donald Trump juga menyatakan kesepakatan dagang dengan China masih tetap melalui akun Twitternya.
Sayangnya, adanya risiko penyebaran pandemi penyakit virus corona (Covid-19) gelombang kedua membuat pelaku pasar sedikit berhati-hati mengalirkan modalnya. Padahal, rupiah sangat mengandalkan capital inflow sebagai "bensin" untuk melaju.
China, dan Korea Selatan sudah mengalami "serangan" gelombang kedua. Kini "serangan" datang ke Jerman.
Pada hari Minggu lalu, tingkat reproduksi (Rt) Covid-19 di Jerman naik menjadi 2,88 dari sebelumnya 1,79. Artinya 1 orang yang terinfeksi Covid-19 dapat menularkan ke 2,88 orang, atau dari 100 orang dapat menularkan ke 288 orang.
Benar saja, Jerman yang sebelumnya disebut negara paling sukses meredam Covid-19 di Eropa, kini harus kembali menerapkan kebijakan lockdown di wilayah Guetersloh dan Warendorf di Jerman barat. Lockdown akan dilakukan setidaknya hingga 30 Juni.
Risiko gelombang kedua Covid-19 yang sudah merembet ke Eropa membuat pelaku pasar berhati-hati mengalirkan modal ke negara emerging market, sehingga laju penguatan rupiah tertahan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
